Jakarta, Gatra.com – Badan PBB untuk Pembangunan (UNDP) bersama Kementerian Luar Negeri Norwegia, dan NORAD (Norwegian Agency for Development Cooperation) baru-baru ini menggelar kompetisi penanggulangan limbah laut di Indonesia. Kompetisi yang bertajuk EPPIC (Ending Plastic Pollution Innovation Challenge) 2 ini merupakan lanjutan dari EPPIC yang berfokus pada negara-negara ASEAN.
EPPIC tahap pertama dilaksanakan tahun lalu di Ha Long Bay, Vietnam dan Koh Samui, Thailand. EPPIC tahap kedua akan dilaksanakan di Indonesia dan Filipina. Tujuan kompetisi EPPIC yakni memberikan solusi inovatif yang bermanfaat bagi masyarakat, tidak hanya manfaat lingkungan, namun juga ekonomi dan sosial budaya.
Deputy Resident Representative UNDP Indonesia, Sophie Kemkhdaze mengatakan berdasarkan studi ditunjukkan bahwa Asia Tenggara merupakan wilayah dengan kontribusi kebocoran plastik di laut dengan sumbangsih terbesar. “UNDP berharap bahwa EPPIC dapat berkontribusi untuk menurunkan angka tersebut melalui munculnya solusi-solusi inovatif, pengembangan dan replikasinya,” ujar Sophie.
Diketahui dari riset Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) disebutkan bahwa ada sekitar 268,740-594,558 ton sampah plastik yang masuk ke perairan Indonesia tiap tahunnya. Pusat Penelitian Oseanografi LIPI memperkirakan nilai kasar potensi laut Indonesia sampai Maret 2019 senilai Rp1.772 triliun. Besarnya potensi nilai laut menjadikan Indonesia harus memiliki perhatian khusus terhadap kondisi laut.
“Dari EPPIC 2020 sebelumnya di Vietnam dan Thailand, kita sudah melihat solusi yang ditawarkan oleh berbagai startup, LSM, dan akademisi yang berasal dari negara-negara ASEAN. Tahun ini, kami berharap dapat melihat kontribusi yang lebih banyak lagi untuk menyelesaikan masalah-masalah polusi plastik laut yang ada di Indonesia dan Filipina,” kata Sophie.
Ia menyatakan kegiatan bersama itu tidak hanya akan meningkatkan kekuatan kawasan ASEAN, tetapi juga kemitraan multilateral di kawasan ASEAN. Di kesempatan yang sama, Direktur Pengelolaan Sampah, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Novrizal Tahar, menyatakan pemerintah Indonesia telah mengambil langkah pengurangan sampah dan sampah plastik dari hulu hingga hilir.
“Kami tentunya sangat mengapresiasi adanya program EPPIC ini. Permasalahan terkait sampah memang selama ini sudah menjadi permasalahan yang tidak hanya dihadapi oleh Indonesia atau ASEAN, namun juga seluruh dunia,” ujar Novrizal.
Sekretaris Tim Pelaksana Rencana Aksi Nasional Penanganan Sampah Laut mengatakan permasalahan terkait sampah tidak hanya dihadapi Indonesia atau ASEAN, namun juga seluruh dunia. “Terbukti dengan tertuangnya permasalahan ini dalam salah satu tujuan pembangunan berkelanjutan nomor 14 yaitu Kehidupan Bawah Laut yang tentu menjadi fokus pemerintah Indonesia sebagai negara kepulauan”.
Polusi plastik sendiri saat ini sudah menjadi masalah yang cukup besar bagi dunia. Hingga saat ini, masyarakat Indonesia masih sangat bergantung dengan penggunaan plastik, baik sebagai bungkusan makanan maupun penggunaan kantong belanja. Hal itu terjadi karena plastik menjadi opsi yang relatif murah dan mudah didapatkan sehingga bisa menekan biaya produksi.
Selain faktor kebiasaan, faktor lain yang cukup berpengaruh dalam pengelolaan polusi plastik adalah sulitnya proses penguraian dari plastik. Sulitnya plastik terurai secara alami mengakibatkan sampah plastik cenderung tetap berada pada kondisi yang sama selama jangka waktu yang sangat lama.
Dengan adanya EPPIC diharapkan inovasi yang dimunculkan dapat membantu meringankan beban permasalahan polusi plastik yang ada, memberikan dorongan ekonomi, serta menumbuhkan kesadaran masyarakat akan bahaya dan dampak dari polusi plastik bagi manusia dan keanekaragaman hayati.