Yogyakarta, Gatra.com - Begal payudara kembali beraksi di Daerah Istimewa Yogyakarta. Tiga kejahatan seksual itu terjadi sejak awal tahun ini dan pelaku belum tertangkap.
Kesaksian sebagai korban begal payudara terbaru diungkapkan MCR, 28 tahun. Kasus itu terjadi di sekitar Condongcatur, Depok, Sleman, DIY, pada Kamis (11/3).
Kepala Divisi Humas Jogja Police Watch (JPW) Baharuddin Kamba menyebut kasus begal payudara di DIY ditemukan sepanjang 2018 hingga Maret 2021 ini. "Kasus begal payudara yang menimpa korban MCR menambah daftar panjang kasus serupa," kata Kamba, Kamis (17/3).
JPW mencatat, pada 4 November 2018) seorang turis Belanda menjadi korban begal payudara di Jalan Prawirotaman 1, Kelurahan Brontokusuman, Kecamatan Mergangsan, Kota Yogyakarta. Pelakunya SP, seorang guru honorer SD swasta di Kota Yogyakarta.
Setahun berikutnya, pada 16 Juli 2019, seorang mahasiswi asal Cilacap menjadi korban begal payudara di kawasan Jalan Ngadem, Kecamatan Kraton, Kota Yogyakarta. Pelakunya US, seorang penjual cilok.
Setelah tak ada temuan kasus serupa sepanjang 2020, tiga kasus muncul dalam kurun sekitar sebulan terakhir. Pada Rabu (13/1) tahun ini, begal payudara bahkan menyasar pria berambut gondrong.
Peristiwa ini terjadi di Jalan Raya Banteng, Kecamatan Ngaglik, Kabupaten Sleman, DIY. "Hingga kini belum ada rilis dari pihak kepolisian terhadap pelaku kejahatan begal payudara ini," ujar Kamba.
Selang dua pekan, Jumat, (29/1), seorang siswi mengaku menjadi korban begal payudara di simpang tiga, Jalan Mawar, Kelurahan Baciro, Kecamatan Gondokusuman Kota Yogyakarta.
Saat itu, sebut Kamba, Kapolsek Gondomanan Kompol Bonifasius Slamet mengatakan pihaknya belum menerima laporan kasus begal payudara ini. Hingga kini juga belum ada rilis soal pelaku dari pihak Polsek Gondomanan Kota Yogyakarta.
"Teranyar kasus begal payudara yang terjadi pada Kamis (11/3) di sekitar Condongcatur, Depok, Sleman, dengan korban MCR itu," ujar Kamba.
Menurut dia, para begal payudara masih berani beraksi walaupun beberapa pelaku sudah ditangkap polisi, bahkan bisa jadi sudah divonis pengadilan. "Kasus kekerasan seksual ini bisa terjadi kepada siapa pun dan ini menegaskan tidak ada pembenaran untuk menyalahkan korban atau victim blaming," katanya.
JPW pun mendorong korban begal payudara untuk melapor ke polisi meskipun kasus pencabulan bukan delik aduan tapi delik biasa. Selain itu, tempat-tempat gelap atau sepi di DIY perlu penerangan dan tambahan CCTV yang dapat membuat korban terbantu untuk melapor.
"Tanpa korban melaporkan kasus yang menimpanya pun, polisi dapat bekerja untuk melakukan penyelidikan maupun penyidikan. Tinggal pihak kepolisian saja mau mengusut kasus ini atau tidak, bukan karena sulit untuk diusut dengan alasan minim alat bukti," katanya.
Menurutnya, pelaku dapat dijerat pasal-pasal yang berkaitan dengan kesusilaan dan dapat diancam pidana penjara. "Jika begal payudara tersebut dikategorikan sebagai perbuatan cabul yang menggunakan kekerasan (pasal 289 KUHP), maka agak sulit diungkap namun tetap dapat diproses hukum," tuturnya.
Sebab, pelaku begal payudara tak selalu menggunakan kekerasan. Pasal yang pas untuk menjerat bagi pelaku begal payudara yakni pasal 290 ayat (1) KUHP karena melakukan perbuatan cabul di saat korban tidak berdaya dan diancam pidana penjara paling lama tujuh tahun
"Konteks korban tidak berdaya karena setelah dilecehkan korban tidak berdaya untuk melakukan perlawanan terhadap pelaku mengingat pelaku menggunakan sepeda motor dan langsung kabur atau tancap gas," tutur Kamba.