Cilacap, Gatra.com – Sejumlah organisasi tani lokal (OTL) di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah melayangkan surat aduan kepada Manteri ATR/BPN, Sofyan Djalil perihal rencana pengalihan atau pelimpahan hak guna usaha (HGU) tanah yang dilakukan oleh PT Rumpun Sari Antan (RSA).
Ketua Serikat Tani Mandiri (StaM) Cilacap, Sugeng mengatakan PT RSA sudah melakukan sosialisasi kepada masyarakat umum. Dalam sosialisasi tersebut warga yang berminat atas tanah tersebut diminta untuk mengganti rugi sebesar Rp50 ribu per meter persegi untuk lokasi tempat pemukiman dan sebesar Rp40 ribu per meter persegi untuk lahan non pemukiman.
Sementara itu, kata Sugeng, lahan-lahan produktif untuk pertanian yang tidak dikelola sesuai dengan izin HGU-nya telah disewakan kepada perorangan sebesar Rp3 juta per hektare yang telah berjalan lebih dari dua tahun.
“Mengakibatkan warga yang telah mengelola dan bertempat tinggal di sana sejak tahun 1960-an merasa resah, takut terusir dari tempat tinggalnya karena tidak bisa membayar ganti ruginya,” kata Sugeng, dalam keterangan tertulisnya.
Padahal, kata dia, seharusnya PT RSA tidak melakukan pengalihan hak terlebih dahulu. Sebab, masih ada konflik lahan seluas 355 hektare, termasuk tukar guling pada tahun 1960, tempat pemukiman warga dan garapan masyarakat yang masih masuk dalam HGU PT RSA sampai tahun 2033.
“Mengacu pada Perpres 86 tahun 2018 konflik lahan tersebut di atas untuk segera diselesaikan, (diprioritaskan penyelesaiannya) sebelum pelimpahan atau penjualan atau kompensasi lahan HGU yang masih aktif,” ujarnya.
Melihat kondisi tersebut, StaM Cilacap mendesak agar Kementerian ATR/BPN melakukan beberapa hal penting. Pertama, cabut HGU PT RSA karena terbukti ditelantarkan, disewakan, dialihkan, dijualbelikan kepada warga masyarakat (bukti-bukti terlampir).
Dua, lepaskan Lokasi Prioritas Agria (LPRA) dari kawasan hutan, HGU PTPN atau Swasta untuk didistribusikan kepada masyarakat. Ketiga, hentikan rencana pengalihan dan pelimpahan HGU PT RSA sebelum konflik diselesaikan.
Keempat, keterlibatan aktif, parsitipasi masyarakat/organisasi tani lokal, dalam bentuk persoaalan agraria. Kelima, melaksanakan reforma agraria sejati.
Sugeng mengemukakan, sudah dua periode era kepemimpinan Presiden Jokowi, persoalan agaria di Indonesia juga tidak mengalami penyelesaian secara signifikan. Padahal, Reforma Agraria (RA) masuk dalam program Nawacita butir ke-5 dan menjadi prioriatas kerja nasional dalam pembangunan Indonesia.
Ini dibuktikan dengan terbitnya Perpres Nomor 45/2016 tentang Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2017, serta dikeluarkanya kebijakan yakni dengan Perpres Nomor 86 Tahun 2018 tentang Reforma Agraria yang salah satu mandatnya adalah Pembentukan Gugus Tugas Reforma Agraria di tingkat nasional sampai tingkat Kabupaten, sebagai institusi yang melaksanakan penyelesaian konflik agraria di wilayah-wilayah yang ada sengketa agrarianya.
“Sebagaimana tercantum dalam Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) Nomor 5 tahun 1960 yang masih berlaku sampai saat ini yang merupakan induk dari pelaksanaan landreform,” ucap dia.