Tegal, Gatra.com - Industri tekstil alat tenun bukan mesin (ATBM) di Kota Tegal, Jawa Tengah mengeluhkan langka dan mahalnya bahan baku. Kondisi sulit itu membuat 25 persen industri tutup.
Pemilik PT Asaputex Jaya, salah satu produsen sarung ATBM di Kota Tegal, Jamaludin Al Katiri mengatakan, bahan baku ATBM mulai sulit didapatkan sejak Desember 2020. Selain langka, harganya juga melambung tinggi.
Dia mencontohkan bahan baku berupa serat kayu rayon yang dijadikan benang harganya naik dari Rp8 juta per bal menjadi Rp13 juta per bal.
"Kenaikan harga gila-gilaan ini terjadi dalam waktu satu bulan. Padahal bahan baku ini diproduksi di dalam negeri," ujarnya, Sabtu (13/3).
Menurut Jamaludin, langkah dan mahalnya bahan baku tersebut terjadi karena banyak penjual bahan baku yang lebih mementingkan ekspor daripada memenuhi kebutuhan dalam negeri. Padahal, kata dia, permintaan sarung ATBM Kota Tegal dari pasar luar negeri sedang mengalami kenaikan.
"Permintaan ekspor naik dua sampai tiga kali lipat. Cuma bahan bakunya semakin sulit, terutama setelah Januari, Februari. Jadi kita tidak bisa berbuat apa-apa. Kita beli ke pedagang yang stoknya terbatas terus harganya mahal," ujar Jamaludin.
Jamaludin menyebut langka dan mahalnya harga bahan baku tersebut membuat 25 persen industri sarung ATBM di Kota Tegal dan sekitarnya terpaksa menghentikan produksi.
"Jumlah industri ATBM di wilayah Pantura ini ada di atas 250 pabrik. Satu pabrik ada yang 300 mesin ada yang 30 mesin. Dari jumlah itu 25 persennya tutup," ungkapnya.
Untuk itu Jamaludin meminta pemerintah pusat segera mengambil langkah untuk mengatasi permasalahan tersebut. Jika tidak, akan semakin banyak industri ATBM yang gulung tikar.
"Saya dapat infor dari teman-teman, kalau ini nanti sebelum Ramadan belum ada juga bahannya, kami kemungkinan akan beramai-ramai menghentikan usaha. Jadi selagi ada waktu tolong pemerintah turun tangan. Pentingkan dulu kepentingan dalam negeri, daripada ekspor," ujar dia.
Menurut Jamaludin, industri ATBM perlu diselamatkan karena menjadi tempat banyak orang yang menggantungkan hidup. Selain itu, sarung ATBM dari Tegal juga sudah menembus pasar luar negeri.
"Kalau dari Tegal sampai Pemalang, jumlah pengrajinnya itu bisa sampai 100 ribu orang. Belum lagi tukang tali dan lain-lain, mungkin bisa di atas 300 ribu orang," sebutnya.
PT Asaputex Jaya sendiri memiliki kapasitas produksi 300 hingga 600 potong per hari. Jumlah itu baru memenuhi 30 persen dari total permintaan.
"Kalau industri seluruh Pantura digabung, produksinya bisa 10.000 potong per hari. Tolong pemerintah ini dijaga. Saya khawatir kalau tidak dijaga, nanti setelah Lebaran pada tutup semua karena bahan baku tidak ada dan mahal," ujarnya.