Kabul, Gatra.com - Sebuah bom mobil berkekuatan besar meledak dan menewaskan sedikitnya delapan orang dan melukai 47 lainnya di provinsi Herat barat Afghanistan.
Pernyataan itu diungkapkan pejabat setempat, Sabtu (13/3).
The Associated Press melaporkan, selain korban tewas dalam ledakan Jumat malam, itu juga menghancurkan 14 rumah.
“Jumlah korban diperkirakan akan bertambah karena beberapa diantaranya ditemukan terluka dalam keadaan kritis,” kata juru bicara rumah sakit provinsi, Rafiq Sherzai.
Juru bicara Kementerian Dalam Negeri, Tariq Arian mengatakan satu di antara korban yang tewas dan 11 lainnya mengalami cedera adalah personel Pasukan Keamanan Afghanistan, sedangkan sisanya adalah warga sipil, termasuk wanita dan anak-anak.
Tidak ada yang mengaku bertanggung jawab atas kejadian tersebut.
Dalam beberapa jam setelah serangan itu, Dewan Keamanan PBB pada menggelar jumpa pers di New York dan mengutuk peningkatan serangan yang "mengkhawatirkan" di Afghanistan, menargetkan warga sipil bahkan ketika Taliban dan pemerintah Afghanistan mengadakan pembicaraan di Qatar.
"Serangan keji ini telah menargetkan pegawai sipil, pengadilan, media, pekerja kesehatan dan kemanusiaan, termasuk wanita di posisi penting, mereka yang melindungi dan mempromosikan hak asasi manusia, dan etnis dan agama minoritas," kata dewan tersebut.
Kelompok Negara Islam ISIS telah mengklaim bertanggung jawab atas banyak pembunuhan yang ditargetkan, sementara Taliban dan pemerintah saling menyalahkan di tengah upaya mencapai kesepakatan damai.
Lambatnya pembicaraan dan meningkatnya kekerasan telah mendorong AS untuk menyusun proposal perdamaian, yang disampaikan akhir pekan lalu. Kedua belah pihak diharapkan dapat meninjau dan merevisi rencana delapan halaman menjelang pertemuan jangka panjang yang diusulkan AS untuk diadakan di Turki dalam beberapa minggu, yang mana Washington berharap dapat tercapai kesepakatan.
Sementara itu, AS sedang meninjau kesepakatan damai yang ditandatangani pemerintahan Trump dengan Taliban, yang menyerukan penarikan akhir dari 2.500 tentara AS yang tersisa dari Afghanistan pada 1 Mei.
Konsensus yang berkembang adalah penundaan namun dalam sebuah surat menyatakan ketegasan kepada Presiden Afghanistan Ashraf Ghani akhir pekan lalu, yang mendesak untuk adanya kemajuan perdamaian dengan Taliban. Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mengatakan semua opsi, termasuk penarikan, juga masih di atas meja.
Usulan kesepakatan damai yang ditawarkan AS menyerukan "pemerintahan perdamaian" sementara untuk menggiring Afghanistan pasca perang ke pemilihan umum dan reformasi konstitusional. Ini juga menyerukan perlindungan persamaan hak bagi perempuan dan minoritas.
Dewan Keamanan PBB juga menyerukan “partisipasi penuh, setara dan bermakna dari perempuan,” dan langkah cepat menuju pengurangan terjadinya kekerasan di sana.