Yogyakarta, Gatra.com – Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta berharap proyek pelabuhan Tanjung Adikarto di Kabupaten Kulonprogo yang selama ini berhenti akan mendapat perhatian di antara sejumlah proyek di DIY yang bakal dikebut pemerintah pusat.
Hal itu disampaikan Ketua Tim Pelaksana Percepatan Pembangunan Prioritas DIY, Rani Sjamsinarsi, saat dihubungi Gatra.com, Jumat (12/3). “Kami yang sekarang itu berhenti kan pelabuhan perikanan Tanjung Adikarto karena permasalahan memang complicated dan banyak terkait dengan pemerintah pusat,” tutur dia.
Pekan lalu, Pemda DIY menggelar rapat dengan Menteri Koordinasi Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan untuk mempercepat enam proyek di DIY.
Salah satu proyek itu adalah Tanjung Adikarto, pelabuhan berkapasitas 400 kapal dengan 5.000 nelayan dan proyeksi tangkapan senilai Rp276 miliar per tahun. Menteri Luhut pun diagendakan menyambangi pelabuhan tersebut, Jumat sore ini.
Selain proyek pelabuhan itu, ada proyek pengendalian banjir Bandara Internasional Yogyakarta, proyek tol dan jalan jalur lingkar selatan (JJLS), sistem penyediaan air minum, revitalisasi tempat pembuangan sampah, juga penataan kawasan bandara dan stasiun di DIY.
“Kita sama-sama ingin mempercepat dengan target yang kita canangkan, apakah program strategis pusat ada kendala di Yogya. Itu pemerintah daerah wajib membantu menyelesaikan. Kalau tangan pusat bisa meraih untuk program strategis daerah diharapkan bisa menolong,” tutur Rani.
Dari enam proyek itu, pembangunan pelabuhan Tanjung Adikarto belum berlanjut. Dirintis sejak 2004, sejumlah fasilitas di Tanjung Adikarto telah berdiri, tapi belum digunakan. Namun Rani menampik jika pelabuhan itu disebut mangkrak. “Memang belum jadi,” ujarnya.
Menurut Rani, sejumlah sarana di sisi laut terutama Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Sedangkan beberapa fasilitas di sisi darat disiapkan oleh Pemda DIY.
“KKP kan tidak punya dana juga untuk menyelesaikan. Makanya dari Pak Luhut kan ditugaskan KKP untuk dua bulan meyakini desainnya seperti apa dan menyelesaikan,” kata Rani.
Rani menjelaskan instalasi pemecah gelombang di Tanjung Adikarto juga belum tuntas. “Sampai sekarang kapal tidak bisa masuk karena break water nya belum jadi, kurang panjang. (Pesisir) Itu selalu tertutup sedimen,” tuturnya.
Selain itu, menurut Rani, kawasan pelabuhan ikan itu juga berimpitan dengan kontrak karya penambangan pasir besi. Proyek ini dilakukan PT Jogja Magasa Iron (JMI) dan wewenangnya berada di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.
“Kalau mau mengembangkan (pelabuhan), lahannya masih ada kontrak karyanya. Jadi itu banyak dengan (kewenangan) pusat dan kami tidak bisa sendirian. Kalau kontrak karya kan cadangan negara, memang kita harus minggir,” tuturnya.