Jakarta, Gatra.com – Komisi IX DPR meminta Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) segera mengeluarkan izin untuk persetujuan pelaksanaan uji klinis (PPUK) fase II dan III bagi kandidat vaksin Covid-19, Nusantara.
Komisi IX menyampaikan permintaan tersebut dalam Rapat Kerja dengan Wamenkes Dante Saksono Harbuwono, Menristek Kepala BRIN Bambang Brodjonegoro, serta Rapat Dengar Pendapat di antaranya dengan Kepala BOPM, Penny K Lukito; Kepala Lembaga Biologi Molekular (LBM) Eijkman, Amin Soebandrio; dan Mantan Menteri Kesehatan, Terawan Agus Putranto; di DPR, Jakarta, pada Rabu (10/3).
Dalam RDP yang juga berlangsung virtual ini, para anggota dewan meminta agar Penny tidak mempersulit pengembangan kandidat vaksin yang digagas mantan Menkes Terawan yang tengah diteliti di Universitas Diponegoro (Undip), Semarang.
Para legislator dari Komisi IX ini ingin BPOM segera mengeluarkan izin PPUK agar vaksin Covid-19 karya anak bangsa tidak terlambat dan mencegah potensi mengalirnya uang ke luar negeri. Jika vaksin ini keluar di 2022 atau seterusnya, maka sudah tidak ada artinya, karena mayoritas rakyat Indonesia kemungkinan sudah divaksin.
Anggota Komisi IX dari Fraksi PDIP, Rahmad Handoyo, menuding Penny tidak independen karena tidak segera meluluskan perizinan uji klinis II untuk vaksin Nusantara. Ini seolah dipersulit. "Padahal hasil uji klinis fase I menunjukkan tidak ada efek samping serius yang terjadi terhadap para 30 relawan," ujarnya.
Rahmad lantas membandingkan upaya pengadaan vaksin Sinovac dari Cina dan AstraZeneca dari Inggris yang relatif lebih lancar. "Sepatutnya negara mendorong pengadaan vaksin hasil karya anak bangsa. Salah satunya vaksin Nusantara yang digagas Terawan Agus Putranto," ujarnya.
Senada dengan para legislator lainnya, Saleh Partaonan Daulay dari Fraksi PAN, mendesak BPOM tidak menghambat vaksin Nusantara. Begitupun Dewi Asmara dari Fraksi Golkar.
Dewi meminta BPOM tidak menutup data, terkait proses penelitian vaksin Nusantara agar publik bisa mengetahui kejelasan dari proses tahapan penelitian vaksin tersebut. "Jangan seolah-olah jadi diskriminatif bahwa ini sesuatu yang abal-abal, enggak benar dan sebagainya," ucapnya.
Atas peryataan para wakil rakyat tersebut, Penny menyampaikan bahwa BPOM merupakan lembaga independan dan transparan. Ia pun menjelaskan pihaknya belum memberikan persetujuan pelaksanaan uji klinis (PPUK) untuk uji klinis tahap II dan III.
Penny menekankan, penelitian dan pengembangan vaksin Nusantara dapat terlaksana sesuai standar penelitian yang berlaku. "Untuk menghasilkan produk obat dan vaksin yang aman, berkhasiat, dan bermutu. Maka seluruh tahapan penelitian dan pengembangan harus sesuai dengan standar dan persyaratan, baik GLP, GMC, dan GCP," ucapnya.
Dia menyampaikan, BPOM tidak memihak siapapun, termasuk kepada vaksin luar negeri. Salah satu persoalan yang masih menjadi perdebatan adalah perihal uji praklinis vaksin Nusantara terhadap hewan. Tahapan itu tidak disetujui tim peneliti vaksin Nusantara.
"Jangan sampai kami memberikan kepada manusia suatu produk yang belum terjamin aspek keamanannya," ujar dia.
Penny menegaskan, BPOM merupakan lembaga independen dan transparan yang akan mendukung pengadaan vaksin Nusantara. Seluruh proses pengembangan vaksin harus lolos tahapan yang berbasis ilmiah.
"Kami tidak memiliki kepentingan untuk menutupi apapun. Tapi ini merupakan sebuah proses yang berbasis scientific," katanya.
Adapun Dante Saksono Harbuwono mengatakan, vaksin Nusantara saat ini sedang dalam tahap evaluasi dari BPOM. "Kami akan mendengarkan dari Badan POM dari hasil audit, efektivitas, dan hasil uji klinis dari fase pertama vaksin Nusantara, apakah bisa lanjutkan ke fase-fase berikutnya," kata dia.
Dalam kesimpulan rapat, Komisi IX mendesak Badan POM segera mengeluarkan persejuan uji klinis tahap II vaksin Nusantara agar penelitian dapat segera dituntaskan paling lambat 17 Maret 2021. Jika tidak selesai, maka Komisi IX akan membentuk tim mediasi untuk menyamakan persepsi dan pemahaman antara Tim Peneliti Vaksin Nusantara dan BPOM.