Jakarta, Gatra- Betapa kagetnya Aisah Takdir setelah mendapat informasi dari pihak Dinas Kesehatan dan Satgas Covid-19 bahwa ia positif Covid-19 varian baru B117 yang muncul di daerah Kent di Inggris. Warga Karawang, Jawa Barat itu dinyatakan sebagai pasien Covid-19 jenis B117 kloter pertama yang terdeteksi di Indonesia. Aisah, yang merupakan Pekerja Migran Indonesia (PMI) disinyalir tertular virus itu setelah pulang dari Arab Saudi.
Aisah mengatakan, selama di Arab Saudi ia sudah menjalankan tes usap atau swab test PCR dengan hasil negatif. Akan tetapi, ketika pulang ke Indonesia ia menjalani tes kembali dan dinyatakan positif Covid-19. Saat itu, belum ada informasi yang sampai ke telinganya bahwa ia tertular virus varian baru.
Informasi tersebut justru baru ia terima setelah pulang ke kampung halamannya di Desa Kubangjati, Kecamatan Ketanggungan, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah. Dijumpai di rumahnya yang berkelir oranye, Aisyah mengaku sebelum pulang kampung telah melakukan isolasi di Wisma Atlet, Kemayoran, Jakarta Pusat pada 17 Februari 2021 lalu selama 11 hari. Setelahnya, ia juga tetap isolasi di sebuah hotel selama dua hari.
Dinas Kesehatan dan Satgas Covid-19 Brebes tetap meminta perempuan berusia 47 tahun itu untuk menjalankan isolasi mandiri di rumah sambil terus melacak orang-orang yang melakukan kontak erat dengan Aisah. Aisah sendiri bingung lantaran sudah dinyatakan negatif dan tidak merasakan gejala apapun. Pun pada saat dinyatakan positif, Aisah mengaku tak merasakan gejala umum Covid-19.
"Saya enggak rasain apa-apa, puyeng enggak, pilek enggak. Mungkin kecapaian. Kalau capai memang iya," kata Aisah.
Selain Aisah, kloter pertama pasien Covid-19 varian B117 yang terdeteksi adalah M, warga Kecamatan Lemah Abang, Karawang, berusia 40 tahun. Namun, keduanya terdeteksi positif di waktu yang berbeda. M adalah seorang PMI yang juga baru pulang dari Arab Saudi dan kini telah bebas dari Covid-19.
Satgas Penanganan Covid-19 dan Kementerian Kesehatan pun melakukan pemetaan. Selain dua warga Karawang itu, ada enam orang terjangkit virus corona mutasi B117 yang tersebar di tiga provinsi selama Januari-Februari 2021. Mereka ada di Kalimantan Selatan sebanyak satu sampel, Sumatera Utara sebanyak satu sampel, Sumatera Selatan satu sampel, DKI Jakarta sebanyak tiga sampel. Data itu disampaikan oleh Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito dalam konferensi pers daring pada Selasa (9/3).
Varian baru dalam Covid-19 yang muncul di Indonesia tentu menjadi pekerjaan rumah yang besar untuk pemerintah. Profesor microbial genomics dari University of Birmingham, Alan McNally menyatakan bahwa varian tersebut memiliki tingkat penyebaran yang lebih cepat sebesar 65-70%. Dalam penelitiannya, grafik menunjukkan bahwa kasus positif virus itu semula berjalan 2% menjadi hampir 70% dalam waktu dua minggu saja.
"Ini jelas menunjukkan bahwa garis keturunan baru Covid-19 tampaknya dapat menyebar dengan sangat cepat, meski belum tentu lebih mematikan," kata Alan seperti dikutip dari The Guardian, 22 Desember 2020 lalu. Hingga kini, cara kerja virus dari varian tersebut masih dianalisis oleh para peneliti di dunia.
Satu hal yang mengkhawatirkan dari varian tersebut adalah penularannya yang cepat sehingga membuat fasilitas dan tenaga kesehatan lagi-lagi kewalahan. Hal itu disampaikan oleh Anggota Komisi IX DPR, Saleh Partaonan Daulay. Menurutnya, pemerintah harus siap memberikan tempat-tempat pelayanan kesehatan baru.
"Untuk menciptakan pelayanan kesehatan baru itu tidak mudah. Alat-alat juga harus ditunjang dan dilengkapi, semua memadai sesuai standar penanganan Covid-19," kata Saleh selepas rapat kerja dan rapat dengar pendapat (RDP) dengan Kementerian Kesehatan, melalui telepon, Rabu (10/3) malam.
Saleh memproyeksikan varian baru, seperti varian sebelumnya, juga akan berimplikasi luas pada ketahanan ekonomi. Pembatasan pergerakan yang sudah berulang kali ganti nama dan ketentuan, diakui Saleh berdampak pada roda ekonomi, misalnya banyak pekerja yang dirumahkan, 'mati suri'-nya kegiatan seperti pentas seni dan pertandingan olahraga, hingga sepinya rumah ibadah.
Untuk mengatasi virus varian dari Inggris agar tak menjadi virus dominan, Saleh mengatakan langkah pertama yang harus dan tetap dilakukan pemerintah adalah menggencarkan protokol kesehatan penanganan Covid-19 yang sudah baku dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Saleh menyebut siapapun tidak boleh lelah dan lalai dalam menjalankan protokol kesehatan guna membendung virus tersebut.
Kedua, perkuat testing dan tracing yang selama ini belum terlaksana secara terstruktur dan masif. Saleh menilai kedua hal itu sangat penting karena sebagai salah satu cara untuk mengetahui persebaran virus Covid-19. Pemerintah juga tetap harus memetakan zona merah, kuning, hingga hijau.
"Jika testing dan tracing tidak dilakukan, berarti yang dilakukan hanya menduga-duga saja," kata Ketua Fraksi Partai Amanat Nasional (F-PAN) DPR ini.
Ketiga, upaya vaksinasi dari pemerintah harus lebih cepat dilakukan dengan harapan meningkatkan imunitas masyarakat sehingga terbentuk kekebalan kelompok dan menekan persebaran virus SARS-CoV-2 ini. Saleh melihat animo masyarakat untuk vaksinasi sebenarnya sudah besar, terbukti dengan banyaknya antrean panjang di pelaksanaan vaksinasi. Namun justru pengadaan vaksin masih menjadi masalah, mengingat dosis vaksin baru sedikit didapatkan dengan target 181,5 juta orang divaksin.
Soal vaksinasi, Saleh meminjam pernyataan Menteri Kesehatan Budi Gunawan Sadikin yang menyebut bahwa efikasi vaksin masih mampu mengatasi varian baru dari Inggris. Kendati begitu, ia menilai pernyataan Menkes jangan dijustifikasi karena vaksin tetaplah harus diuji secara klinis.
"Yang sudah divaksin jangan sampai terpapar lagi. Kalau masih ada (yang terpapar) dan ternyata itu varian baru, statement-nya Pak Menteri tentu belum bisa dijadikan sebuah keputusan resmi. Mudah-mudahan janganlah," harap dia.
Keempat, pemerintah harus menutup atau melakukan screening ketat di pintu masuk kedatangan dari luar negeri, terutama mereka yang berasal dari negara yang terbukti positif terkena varian Inggris atau varian negara lainnya.
"Di bandara, pelabuhan, perbatasan, betul-betul harus dilakukan screening. Kalau positif mereka harus isolasi dan treatment perawatan, baru masuk wilayah," jelas aktivis Muhammadiyah ini.
Saleh menilai hal itu bukan sesuatu yang tabu untuk dilakukan, karena negara lain masih ada juga yang melakukannya. Ia mengatakan, negara seperti Selandia Baru, melakukan penjagaan ketat di perbatasan. "Kalau ada yang terpapar dua orang saja mereka langsung lock down. Ini kan antisipasi yang luar biasa," tukas dia.
Kelima, pemerintah harus melahirkan inovasi atau kebijakan baru dalam rangka mengantisipasi penyebaran. Sejauh ini, seperti Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) sudah baik, tapi harus selalu dievaluasi. Doktor dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu meminta pemerintah harus membuka diri untuk membahas jalan keluar pandemi bersama para ahli, seperti epidemiolog.
Menjadi ironi ketika varian baru itu justru muncul tepat pada satu tahun pemerintah pertama kali mengonfirmasi kasus pertama Covid-19. DPR tentu memiliki segudang catatan kepada pemerintah dalam menangani pandemi ini.
Evaluasi yang paling utama adalah masih minimnya testing dan tracing. Selain itu, Saleh melihat masih adanya aturan yang tumpang tindih di pemerintah pusat dengan daerah. Ia menilai komunikasi publik sering kali tidak seragam di antara keduanya.
Saleh melanjutkan, minimnya fasilitas dan tenaga kesehatan juga masih menjadi evaluasi penting. Menurut dia belum banyak daerah yang memang siap menghadapi pandemi ini. Jumlah dokter spesialis, terutama paru, yang dianggap lebih kompeten menangani kasus Covid-19 justru sangat sedikit sekali. Saleh melihat pemerintah menutupi kekurangan tenaga kesehatan itu dengan membuka keran relawan.
Masalah tak berhenti di situ. Tenaga medis pun hingga kini disebut Saleh belum mendapatkan insentif yang telah dijanjikan pemerintah. Berdasarkan laporan yang masuk ke Komisi IX DPR, ada beberapa tenaga kesehatan yang dapat insentif terakhir pada oktober 2020 lalu. "Sementara sekarang sudah masuk Maret 2021. Laporan yang kami terima di Komisi IX itu, masih ada kendala," papar dia.
Evaluasi terakhir, Saleh mengatakan masih banyaknya aktivitas keramaian yang justru diciptakan oleh pemerintah seperti pilkada. Hal itu mengkhawatirkan karena menimbulkan klaster baru. Selain momen pilkada, Saleh juga menyebut hari libur yang masih digunakan masyarakat untuk nekat berlibur dan lalai terhadap protokol kesehatan selama bepergian.
"Harus diawasi termasuk hari libur, tapi kadang dikhawatirkan menimbulkan klaster baru, untuk liburan prokes minim itu merepotkan pemerintah. (Kerepotan) itu diakuinya. Makanya pemerintah ingin mengurangi hari libur supaya tempat rekreasi tidak dipadati," pungkasnya.