Jakarta, Gatra.com- Niatan pemerintah untuk membuka keran impor beras sebanyak satu juta ton, diprotes berbagai kalangan. Apalagi rencana tersebut akan dilakukan berbarengan dengan masa panen raya.
Selain menafikan kerja petani dengan anjloknya harga gabah, penumpukan stok beras di gudang-gudang Bulog tanpa dibarengi dengan manajemen tata kelola yang apik, justru akan menurunkan kualitas beras. Rencana impor juga menimbulkan pertanyaan pada Kementan yang tidak ngotot melindungi produksi petani.
Ketua Umum Asosiasi Bank Benih dan Teknologi Tani Indonesia (AB2TI), Dwi Andreas menegaskan, saat ini tidak ada alasan bagi pemerintah untuk melakukan impor.
"Alasan (pemerintah) ini kan untuk menjaga stok, tapi itu tidak bisa dijadikan alasan yang fundamental," kata Dwi kepada Gatra.com, Rabu (10/3).
Dia memberikan data bahwa saat ini produksi beras dalam negeri dalam posisi aman. Hal itu terlihat dari anomali harga gabah kering panen di tingkat petani. Di mana terjadi penurunan sejak Oktober 2020.
"Terus turunnya harga gabah kering di tingkat petani ini menandakan bahwa stok beras sangat memadai, karena biasanya sejak akhir tahun itu naik. Tapi ini kenapa mengalami penurunan, artinya stok beras nasional cukup," jelasnya.
Yang harus dilakukan oleh Bulog, lanjut Dwi, harusnya meningkatkan daya serap dari petani dalam negeri. Bukan meminta tambahan stok beras dari luar negeri.
"Kalau untuk stok, kenapa tidak ambil dari petani. Bulog ini hanya menyerap 1,4 juta ton dari petani, padahal seharusnya bisa menyerap gabah dan beras sampai 2,5 juta ton. Kenapa hanya 1,4 juta ton?" tandas Kepala Biotech Center IPB University itu.
Anggota DPR dari Fraksi Partai Golkar, Firman Subagyo menyatakan, sejak awal pihaknya sudah meminta kepada Bulog untuk terbuka terkait dengan cadangan beras nasional. Hal ini sebagai bentuk transparansi agar tidak ada kebijakan impor, ketika stok nasional masih mencukupi.
"Impor itu dilakukan ketika cadangan tidak mencukupi, kemudian juga tidak dilakukan pada posisi sedang panen raya. Itu yang menjadi pedoman dalam undang-undang," katanya.
Pihaknya memandang, rencana impor disebabkan karena tidak ada koordinasi yang baik di tubuh pemerintah. Khususnya Kementerian Pertanian sebagai pihak yang bertanggung jawab atas produksi pangan nasional.
"Nah kalau memang cukup, jadi kebijakan impor ini untuk apa dan siapa? Memberikan celah kepada importir, dan importir main mata ke kementerian terkait," tegasnya.
Oleh karena itu dia meminta kepada Bulog untuk membuka data terkait ketersediaan beras. Serta menegaskan pemerintah harus membantu petani dalam pandemi yang sedang berlangsung.
Anggota Komisi IV dari Fraksi PKS, Andi Akmal Pasludin menegaskan, rencana impor beras sangat bertolak belakang dengan semangat Presiden Joko Widodo yang telah menyerukan untuk membenci produk asing. Toh, kata dia, saat ini tidak ada daerah yang sedang mengalami gagal panen.
"Kalau bisa diproduksi dalam negeri kenapa tidak diberdayakan. Kecuali produknya tidak ada," ungkapnya.
Dia mengingatkan kesalahan pemerintah yang dilakukan beberapa tahun silam, terkait dengan tata kelola beras. Yakni sebanyak dua juta beras membusuk di gudang Bulog, di tahun 2018.
"Jangan sampai kita beli ini hanya bertahan enam bulan, beras yang mau masa berakhir ini kita beli. Bangsa ini benci produk asing, tapi kita membiarkan petani kita mendapatkan harga yang rendah akibat impor," tegas Andi.
Menurutnya, ke depan dalam rapat bersama dengan Kementan, pihaknya akan mendalami soal produksi beras dalam negeri. "Kalau memang ada barangnya kenapa tidak bersuara. Inikan kasihan petani kita," ujarnya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Centre for Budget Analysis (CBA) Uchok Sky Khadafi menuturkan, rencana impor beras satu juta ton untuk cadangan pemerintah dan Bulog, mengindikasikan pemerintah tidak percaya diri dengan pasokan dari dalam negeri.
Menurut Uchok, merujuk jumlah produksi yang meningkat tahun 2020 kemarin, beras hasil panen petani yang sebentar lagi datang, masih akan mencukupi untuk tiga bulan ke depan. Seharusnya, ujar Uchok, alih-alih impor, Bulog seharusnya diberdayakan untuk optimal menyerap beras dari petani.
"Mungkin, karena pasar tahu Bulog sedang butuh buat isi gudangnya, harga beras bisa mahal. Nah, kalau impor kan gak pakai uang pemerintah, uang importir-importir tersebut. Tapi yang untungkan importir-importir itu," tuturnya.
Uchok berpendapat, politik perberasan nasional itu adalah menjaga pasokan beras untuk masyarakat perkotaan. Sebagai makanan pokok yang harus dibeli masyarakat, jika beras langka, maka jalannya pemerintahan dikhawatirkan akan terganggu. Nah, hal ini yang bisa jadi alasan dari para mafia impor untuk mendorong pemerintah untuk melakukan impor beras, katanya.
Terhadap stok beras, Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo berpendapat, stok pangan dalam negeri cukup baik. "Stok pangan di tengah pandemi menurut data dari BPS kita cukup. Kita memasuki momen-momen panen raya," katanya saat melakukan kunjungan di Desa Dibal, Kecamatan Ngemplak, Boyolali, beberapa waktu lalu.