Jakarta, Gatra.com - Polisi virtual dari Direktorat Tindak Pindana Siber Bareskrim Polri telah mengirimkan peringatan melalui pesan atau direct message (DM) terhadap 79 akun media sosial. Peringatan itu diberikan karena pemilik akun-akun tersebut dianggap melakukan kategori unggahan kegaduhan, seperti ujaran kebencian, berita bohong, atau pencemaran nama baik.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Humas Polri Brigjen Pol Rusdi Hartono mengatakan, mayoritas pemilik akun-akun yang diperingatkan polisi virtual itu cukup kooperatif. Mereka mau mengubah atau menghapus konten yang bermasalah.
"Sekarang sudah 79 akun yang dilayangkan (peringatan melalui) DM. Dan alhamdulillah mayoritas itu mengubah (unggahannya). Responsnya baik," kata Rusdi ketika dikunjungi Majalah Gatra di kantornya, Jakarta Selatan, Rabu (9/3).
Akun-akun tersebut rata-rata berasal dari akun perorangan, bukan akun kelompok atau komunitas tertentu. Rusdi menyebut mereka punya sentimen pribadi sehingga bisa melakukan ujaran kebencian di media sosial. "Tentunya ini yang perlu dicermati. Kadang masalah pribadi saja dibawa ke media sosial," terang dia.
Rusdi menyatakan, polisi virtual bisa saja saklek dan menyeret pemilik akun-akun tersebut ke ranah pidana. Namun, hal itu tidak dilakukan karena petugas mengedepankan restorative justice seperti yang diimbau Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.
Sigit sebelumnya pernah menerbitkan surat edaran nomor SE/2/II/2021 tentang Kesadaran Budaya Beretika untuk Mewujudkan Ruang Digital Indonesia yang Bersih, Sehat, dan Produktif tertanggal 19 Februari 2021. Lewat edaran tersebut, Sigit meminta kepada penyidik-penyidik untuk menggunakan hukum pidana sebagai upaya terakhir dalam penanganan perkara UU ITE.
"Sebenarnya kalau kita saklek, wah sudah pidana saja itu. Tapi, di sinilah kebijakan polisi. Ketika melihat masyarakat sudah terlibat tindak pidana, itu diingatkan," pungkasnya.