Jakarta, Gatra.com – Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Penny K. Lukito, menjelaskan soal penggunaan vaksin AstraZeneca meski antivirus Covid-19 ini tidak diuji klinis di Indonesia.
"Tentunya tidak harus semua vaksin yang diberikan oleh Badan POM melakukan uji kliniknya di Indonesia," kata Penny dalam konferensi pers virtual tentang Emergency Use Authorzation (EUA) Vaksin AstraZeneca pada Selasa (9/3).
Menurutnya, yang penting adalah ada data tentang mutu, khasiat, dan keamanan tentang vaksin AstraZeneca dari hasil uji klinis yang dilakukan di negara lain. Selain itu, jika negara lain sudah menerbitkan EUA, maka memudahkan bagi negara lainnya untuk mengambil keputusan.
"Lebih mudah lagi karena akan kita lihatnya kelayakan, baiknya evaluasi tersebut sehingga akan lebih cepat," ujarnya.
Adapun cara evaluasinya, lanjut Penny, sama seperti melakukan tahapan terhadap vaksin Sinovac, yakni soal aspek mutu, keamanan, dan khasiat. Ini harus ditunjang dengan data-data yang cukup.
"Adapun juga batasan khasiatnya harus melebihi 50% efikasinya dan berbagai data-data yang dikaitkan dengan peningkatan titer antibodi yang diakibatkannya, itu juga harus ada standar-standar tententu," katanya.
Penny kembali menyampaikan bahwa ketentuan tentang vaksin Covid-19 itu sama, sehingga sauatu negara tidak usah lagi melakukan uji klinis untuk menguji suatu vaksin.
"Tidak harus dengan melakukan uji klinik di Indonesia. Bisa di manapun juga selama data-datanya valid dan diterbitkan. Dan juga apabila sudah mendapatkan EUA, akan lebih baik lagi, akan menjadi pertimbangan Badan POM untuk prosesnya lebih dipercepat," katanya.
Sedangkan saat ditanya tentang mekanisme penyimpanan dan pendistribusia vaksin AstraZeneca hingga disuntikkan kepada masyarakat yang berhak menerimanya, Penny menyampaikan, sama dengan mekanisme vaksin Sinovac.
"Penyimpanan juga sama. Jadi itu cocok untuk negara yang biasa kita lakukan dalam program vaksinasi pada umumnya, yaitu 2 sampai 8 derajat Celcius," katanya.