Magelang, Gatra.com- Dirjen Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Hilmar Farid Setiadi mengatakan, rencana pembangunan gerbang menuju Candi Borobudur, di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah harus sesuai standar atau ketentuan UNESCO. Artinya, harus memenuhi heritage impact assesments (HIAs) atau penilaian dampak warisan sebagaimana diatur dalam ketentuan UNESCO.

"Candi Borobudur ini situs warusan dunia dan UNESCO mempunyai sederet ketentuan, salah satunya pembangunan yang mempunyai potensi berdampak pada keaslian situs. Tapi bukan izin, UNESCO tidak punya yurisprudensi hukum di Indonesia, kita berdaulat jadi kita yang menentukan. Namun karena situs warisan dunia maka kita punya tanggung jawab internasional memastikan keutuhan dan keasliannya," katanya, Senin (8/3).

Menurut dia, saat ini prosesnya telah sampai pada tahap pemeriksaan Detail Engineering Design (DED), meliputi apa yang akan dibangun, berapa luas bangunan, tinggi bangunan, hingga bagian ornamennya seperti apa dan seterusnya. Selanjutnya dokumen akan dikirim ke UNESCO untuk diperiksa oleh International Council of Monuments (Icomos), yang akan memberikan penilaian apakah pembangunan bisa diteruskan atau tidak.

Dikatakan, dari empat gerbang hanya satu gerbang yang dibahas, HIAs yakni gerbang Palbapang. Sedangkan gerbang lain tidak masuk pembahasan lantaran berada di luar area warisan.

Sebagaimana direncanakan, pemerintah akan membangun empat gerbang masuk menuju Candi Borobudur. Antara lain, di Blondo untuk penanda pintu masuk dari Semarang dan sekitarnya. Gerbang Salaman sebagai pintu masuk dari arah Purworejo, gerbang Samudera Raksa di Klangon, Kecamatan Kalibawang, Kulon Progo, dan di Palbapang, Kecamatan Mungkid.

Disebutkan, pembangunan gapura tidak boleh mengganggu bentang pandang, agar tidak menutupi pemandangan sekitar. Contohnya dari atas Borobudur seluruh gunung yang mengintarinya tidak boleh tertutup. Maka bangunan pun tidak boleh bertingkat tinggi.