Home Hukum Pukat UGM: Korupsi Kepala Daerah Canggih, KPK Sampai Bingung

Pukat UGM: Korupsi Kepala Daerah Canggih, KPK Sampai Bingung

Yogyakarta, Gatra.com - Pemilihan kepala daerah berbiaya mahal dan kualitas calon yang buruk mendorong terjadinya korupsi di daerah. Korupsi Pemberantasan Korupsi (KPK) bahkan sempat kesulitan untuk menjerat kepala daerah yang korupsi secara canggih.

Hal ini diungkapkan peneliti Pusat Kajian Antikorupsi Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (Pukat FH UGM) Zainal Arifin Mochtar dalam diskusi daring ‘Kepala Daerah dalam Lingkaran Korupsi’ gelaran Pukat FH UGM, yang disaksikan Gatra.com, Jumat (5/3) malam.

“Korupsi di daerah karena kualitas pejabat daerah yang buruk plus pemilu berbiaya mahal. Pejabat ini gila-gilaan juga pragmatismenya, bahkan mereka cerdas-cerdas dalam korupsi,” kata mantan Direktur Pukat FH UGM ini.

Zainal mencontohkan seorang kepala daerah terpilih telah mengumpulkan para pengusaha usai menang pilkada tapi sebelum ia dilantik. “Dia belum pejabat negara tapi dia kumpulkan semua rekanan pengusaha, suruh kumpul uangnya. Kalau anda tidak bayar saya jamin lima tahun tidak dapat proyek daerah,” tuturnya.

Zainal tak menyebut daerah dan kapan kejadian tersebut. Namun menurut dia, kasus itu menarik sebagai contoh korupsi di daerah.

“Ini menarik karena membingungkan KPK karena dia belum kepala daerah dan penyelenggara negara. Unsur pasal belum kena. Itu saking cerdasnya untuk korupsi dia bisa mengkreasikan. KPK cukup kebingungan susun delik yang akan dikenakan,” tutur pengajar hukum tata negara FH UGM ini.

Ia menjelaskan, sejumlah factor umum korupsi oleh kepala daerah yakni pemilu berbiaya mahal, kualitas individu, dan rendahnya pengawasan. Namun ia memberi catatan khusus atas penangkapan Gubernur Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah oleh KPK.

“Faktornya Nurdin itu sendiri. Dia semula menguasai Bantaeng sebagai elit lokal. Tapi waktu pindah Sulsel dia hanya salah satu dari sekian elit dan dia harus mengakomodasi kepentingan itu,” kata dia.

Zainal mengingat tak lama setelah dilantik, sekitar 8 bulan, Nurdin mendapat hak angket DPRD setempat, tapi dapat lolos setelah melakukan upaya politik. “Jadi ada faktor umum dan factor khusus korupsi di daerah. Faktor khusus itu contohnya Nurdian Abdullayh yang harus melakukan akomodasi politik, mengakomodasi kepetingan besar di Sulsel,” ujarnya.

2599