Jakarta, Gatra.com – Tim Jaksa Penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung) mengajukan pembekuan atau blokor sejumlah aset berupa tanah milik 7 orang tersangka kasus dugaan korupsi pengelolaan keuangan dan dana investasi pada PT Asabri kepada sejumlah Badan Pertanahan di sejumlah kabupaten dan kota.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Leonard Eben Ezer Simanjuntak, di Jakarta, Jumat (6/3), menyampaikan, pihaknya mengajukan pemblokiran aset-aset tersebut untuk menutup kerugian negara sekitar Rp23 triliun akibat kasus ini.
"Pemblokiran aset tanah adalah upaya penelusuran aset serta dalam rangka penyelamatan kerugian keuangan negara yang muncul akibat perbuatan tindak pidana korupsi," ujarnya.
Adapun aset-aset ketujuh tersangka kasus Asabri yang diminta Kejagung kepada beberapa BPN kota dan kabupaten, yakni:
1. Hari Setiono (HS), Direktur Asabri 2013-014 dan 2015-2019.
Aset yang diajukan untuk diblokir kepada Kantor BPN Kota Depok, Jawa Barat (Jabar), yakni 1 bidang atau persil berupa Sertifikat Hak Milik (SHM).
2. Benny Tjokrosaputro (BTS) atau Bentjok, Dirut PT Hanson International Tbk.
Aset yang diajukan untuk diblokir kepada BPN di 3 kabupaten yakni:
1. Di Kabupaten Bogor, berupa Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) sebanyak 220 bidang atau persil.
2. Di Kabupaten Lebak, berupa SHGB sejumlah bidang atau persil.
3. Di Kabupaten Tangerang berupa SHGB sebanyak 244 bidang atau persil dan berupa SHM 1 bidang atau persil.
3. Bachtiar Effendi (BE), Direktur Keuangan Asabri periode Oktober 2008-Juni 2014.
Aset tanah persil milik atas nama BE yang sudah diajukan permohonan pemblokiran ke Kantor BPN Kabupaten Bekasi sebanyak 2 bidang atau persil berupa SHM.
4. Lukman Purnomo (LP), Dirut PT Prima Jaringan.
Beberapa aset tanah persil yang sudah diajukan permohonan pemblokiran ke Kantor BPN di beberapa kota atau kabupaten, yakni:
1. Di Kabupaten Bogor berupa SHM sebanyak 21 bidang atau persil dan SHGB 3 bidang atau persil.
2. Di Kabupaten Bogor berupa SHM sebanyak 5 bidang atau persil.
3. Di Kota Tengerang berupa SHM sebanyak 2 bidang atau persil.
4. Di Kabupaten Tangerang berupa SHM sebanyak 13 bidang atau persil.
5. Di Kota Bekasi berupa SHM sebanyak 2 bidang ata persil.
6. Di Kabupaten Bekasi berupa SHGB 2 bidang atau persil.
7. Di Kabupaten Gianyar, Bali, berupa SHM sebanyak 2 bidang atau persil.
8. Di Kotif Jakarta Selatan berupa SHM sebanyak 4 bidang atau persil.
5. Sonny Widjaja (SW), Dirut Asabri periode Maret 2016-Juli 2020
Aset tanah yang diajukan Kejagung ke beberapa kantor BPN sejumlah kota dan kabupaten untuk diblokir, yakni:
1. Di Kota Semarang berupa SHM 1 bidang atau persil.
2. Di Kabupaten Karanganyar berupa SHM 1 bidang atau persil.
3. Di Kabupaten Klaten berupa SHM sebanyak 8 bidang atau persil.
4. Di Kabupaten Banyumas berupa SHGB sebanyak 1 bidang atau persil.
5. Di Kabupaten Boyolali berupa SHM sebanyak 1 bidang atau persil.
6. Di Kabupaten Bandung berupa SHM sebanyak 2 bidang atau persil.
7. Di Kabupaten Bandung Barat (KBB) berupa SHM sebanyak 1 bidang atau persil.
8. Di Kota Bandung berupa SHGB sebanyak 2 bidang atau persil.
9. Di Kabupaten Bogor berupa SHM sebanyak 1 bidang atau persil.
6. Adam Rachmat Damiri (ARD), Dirut Asabri periode 2011-Maret 2016.
Aset tanah yang diajukan Kejagung ke BPN di 5 kota atau kabupaten, yakni:
1. Di Kabupaten Bogor berupa SHM sebanyak 1 bidang atau persil dan SHGB sebanyak 1 bidang atau persil.
2. Di Kabupaten Bandung Barat berupa SHM sebanyak 1 bidang atau persil.
3. Di Kota Bandung berupa SHM sebanyak 2 bidang atau persil.
4. Di Kabupaten Garut berupa SHM sebanyak 7 bidang atau persil.
5. Di Kota Palembang berupa SHM sebanyak 1 bidang atau persil.
7. Ilham W. Siregar (IWS), Kepala Divisi Asabri periode Juli 2012-Januari 2017.
Aset tanah yang diajukan Kejagung kepada BNP di 3 kabupaten atau kota yakni:
1. Di Kabupaten Bogor berupa SHM sebanyak 1 bidang atau persil dan berupa SHGB sebanyak 6 bidang atau persil.
2. Di Kota Depok berupa SHM sebanyak 2 bidang atau persil.
3. Di Kota Jakarta Selatan berupa SHM sebanyak 3 bidang atau persil.
Dalam kasus dugaan korupsi pengelolaan keuangan dan dana investasi pada PT Asabri ini, Kejagung telah menetapkan 9 orang tersangka. Awalnya, Kejagung menetapkan 8 orang sebagai pesakitan.
Kedelapan orang tersangkanya adalah mantan Direktur Utama (Dirut) PT Asabri periode 2011-Maret 2016, (Purn) Mayjen Adam Rachmat Damiri; mantan Dirut PT Asabri Maret 2016-Juli 2020, (Purn) Letjen Sonny Widjaja; mantan Direktur Keuangan PT Asabri periode Oktober 2008-Juni 2014, Bachtiar Effendi; mantan Direktur Asabri periode 2013-2014 dan 2015-2019, Hari Setiono.
Selanjutnya, Kepala Divisi Investasi PT Asabri Juli 2012-Januari 2017, Ilham W. Siregar, Dirut PT Prima Jaringan, Lukman Purnomosidi; Dirut PT Hanson International Tbk, Benny Tjokrosaputro; dan Komisaris PT Trada Alam Minera, Heru Hidayat.
Benny Tjokrosaputro (Bentjok) dan Heru Hidayat sebelumnya merupakan tersangka dan sekarang berstatus terdakwa dalam perkara korupsi Asuransi Jiwasraya. Kasus Asabri ini modusnya mirip dengan kasus Jiwasraya yang lebih dahulu disidik, yakni "goreng-menggoreng" saham.
Kejagung menyangka para tersangka di atas diduga melanggar sangkaan primer, yakni Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 18 Undan-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU No. 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Kemudian, sangkaan subsidair, yakni diduga melanggar Pasal 3 juncto Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU No. 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Teranyar, Kejagung pada Senin (15/2), menetapkan Direktur Jakarta Emiten Investor Relation, Jimmy Sutopo (JS), sebagai tersangka kasus dugaan korupsi dan pencucian uang terkait pengelolaan kuangan dan dana investasi pada PT Asabri ini.
Penyidik menetapkan Jimmy Sutopo sebagai tersangka karena diduga secara bersama-sama dengan Direktur Utama (Dirut) PT Hanson International Tbk, Benny Tjokrosaputro (BTS) atau Bentjok, melakukan tindak pidana korupsi dalam pengelolaan keuangan dan dana investasi oleh PT Asabri.
"Karena memperoleh keuntungan dengan melakukan tindak pidana korupsi tersebut, JS diduga juga melakukan tindak pidana pencucian uang yang berasal dari tindak pidana korupsi dalam pengelolaan keuangan dan dana investasi oleh PT Asabri," ujarnya.
Adapun kronologi atau duduk perkara yang disangkakan, ungkap Leo, bermula sekitar awal tahun 2013 sampai dengan tahun 2019, tersangka JS telah bersepakat dengan tersangka Bentjok untuk mengatur trading transaksi (jual/beli) saham milik tersangka Bentjok kepada PT Aasabri.
Caranya, yang bersangkutan menyiapkan nominee-nominee dan membukakan akun nominee di perusahaan sekuritas dan menunjuk perusahaan-perusahaan sekuritas.
Selanjutnya tersangka JS melaksanakan instruksi penetapan harga dan transaksi jual dan beli saham pada akun Rekening Dana Nasabah (RDN) nominee, baik pada transaksi direct maupun reksadana yang kemudian dibeli oleh PT Asabri sebagai hasil manipulasi harga.
Tersangka JS kemudian menampung dana hasil keuntungan investasi dari PT Asabri pada nomor rekening atas nama beberapa staf saham tersangka Bentjok untuk selanjutnya melakukan transaksi keluar masuk dana untuk kepentingan pribadi.
Transaksi itu dilakukan dengan cara menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan dan membelanjakan uang hasil tindak pidana korupsi serta perbuatan lain yang termasuk dalam skema tindak pidana pencucian uang.
Atas perbuatan tersebut, Kejagung menyangka JS melanggar sangkaan kesatu, primer; Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Subsidairnya, Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Kemudian sangkaan kedua, pertama; Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP; atau kedua; Pasal 4 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Dalam kasus ini, Kejagung juga telah menyita sejumlah aset, di antaranya 131 eksemplar SHGB atas nama PT HT terkait kasus dugaan korupsi pengelolaan keuangan dan dana investasi PT Asabri. Sejumlah 131 SHGB itu atas tanah seluas 183 hektare terletak di Kecamatan Curugbitung, yakni pemekaran Kecamatan Maja, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten.
Kejagung menyita 131 eksemplar SHGB atas tanah seluas 183 hektare itu merupakan barang bukti terkait kasus dugaan korupsi pengelolaan keuangan dan dana investasi PT Asabri yang membelit Direktur Utama (Dirut) PT Hanson International Tbk, tersangka Benny Tjokrosaputro (BTS) atau Bentjok.
Selain itu, penyidik juga menyita mobil mewah Ferrari tipe F12 Berlinetta No. Pol. B15TRM beserta STNK, BPKB, dan tanda bukti pelunasan pembelian kendaraan serta kapal terkait kasus yang membelit Komisaris PT Trada Alam Minera, Heru Hidayat.
"Satu unit kapal LNG Aquarius atas nama PT Hanochem Shipping, dokumen kepemilikan kapal sebanyak 9 kapal barge atau tongkang dan 10 kapal tug boat," ungkap Leo.
Selain itu, penyidik menyita 17 bus pariwisata milik Sonny Widjaja. Tiga tambang nikel di Sulawesi, Sukabumi, dan Kalimantan Tengah milik tersangka Heru Hidayat.
Seddangkan untuk tersangka Bentjok, penyidik menyita satu tambang. Kemudian, 18 unit apartemen di South Hill yang merupakan kerja sama dengan Direktur Utama PT Metropolitan Kuningan Property, Tan Kian.