Yogyakarta, Gatra.com _ Polresta Yogyakarta tidak memberi izin kepada Front Perjuangan Rakyat (FPR) yang ingin menggelar aksi di Malioboro untuk memperingati Hari Perempuan Internasional pada 8 Maret. Pandemi Covid-19 dan Peraturan Gubernur (Pergub) DIY Nomor 1 Tahun 2021 menjadi dasar.
Dalam jumpa pers di kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta, juru bicara FPR Ana Maria Eva mengatakan pada Senin (1/3) lalu pihaknya mengirim surat pemberitahuan ke Polresta Yogyakarta mengenai rencana aksi tersebut.
"Di hari yang sama pula, lewat surat bernomor B/581/III/2021/Intelkam, Polresta menolak dan tidak memberikan izin. Alasan kepolisian adalah timbulnya kerumunan yang dilarang selama pandemi," kata Ana, Kamis (4/3).
Padahal dalam surat tersebut, bakal tetap memberlakukan protokol kesehatan saat menggelar aksi, seperti membawa hand sanitizer, memakai masker, dan menjaga jarak.
Atas tindakan ini, FPR menilai Kapolres Yogyakarta mengambil langkah anti-demokrasi dan melakukan pembungkaman terhadap hak warga dalam menyampaikan hak berpendapat, berekspresi, dan berorganisasi.
Karena itu, FPR menuntut Kapolres Yogyakarta melindungi kebebasan rakyat yang ingin melakukan aksi untuk memperingati Hari Perempuan Internasional 2021. FPR juga meminta Kapolres menghentikan tindakan fasis, berupa intimidasi, pelarangan, teror, dan kriminalisasi terhadap rakyat.
"FPR juga menyerukan seluruh rakyat terlibat aktif dalam aksi kampanye Hari Perempuan Internasioanl 2021 sebagai momentum menyampaikan aspirasi dan tuntutan rakyat," kata Ana.
Melalui pesan tertulis, Kapolresta Yogyakarta Kombes Purwadi Wahyu Anggoro mengonfirmasi bahwa penolakan pemberian izin pada FPR itu untuk menjaga kondisi dan situasi karena masih dalam masa pandemi dan untuk menghindari penyebaran virus.
"Kami juga sampaikan bahwa izin berkumpul sekarang tidak ada di tangan kepolisian namun ada di Gugus Tugas Covid-19 DIY," ujarnya.
Selain itu, polisi tak memberi izin berdasarkan Pergub Nomor 1 Tahun 2021 tentang Pengendalian Pelaksanaan Penyampaian Pendapat di Muka Umum Pada Ruang Terbuka. Lewat pergub itu, Pemda DIY melarang aksi dari Tugu Yogyakarta sampai Keraton Yogyakarta.
"Sekarang kami bertanya, kenapa harus di Malioboro. Mereka kan bisa berkumpul di tempat lain untuk berdiskusi. Itu malah bagus. Seyogyanya sebagai masyarakat Yogyakarta seharusnya mengikuti Pergub," tulis Purwadi.