Jakarta, Gatra.com – Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Divisi Pengawasan, Monitoring, dan Evaluasi, Jasra Putra, mengatakan, sosialisasi tentang berbagai teknik khitan (sirkumisisi) kepada masyarakat harus ditingkakan.
Jasar dalam webbinar bertajuk "Pentingnya Edukasi dan Sosialisasi Bahaya Sunat Laser kepada Masyarakat" pada Rabu (3/3), menyampaikan, ini harus dilakukan agar masyarakat teredukasi dan mengetahui kekurangan dan kelebihan sehingga dapat memilih metode sunat yang tepat, aman, dan minim risiko untuk anak.
Ia meminta masyarakat baiknya melaksanakan prosedur sunat di fasilitas kesehatan (faskes) yang memiliki izin dan memiliki standar operasional prosedur dalam melaksanakan sunat dengan tenaga kesehatan yang kompeten dan terjangkau.
Sementara itu, Dokter Spesialis Urologi dari Rumah Sakit (RS) Siloam, Dr. Arry Rodjani, SpU (K), mengatakan, sunat laser tidak menggunakan energi cahaya, melainkan menggunakan energi panas dengan menggunakan alat elektrokauter untuk memotong jaringan, koagulasi, dan diseksi.
Menurutnya, pada penggunaan kauter (sunat laser), arus listrik langsung menuju jaringan penis dan bila preputium (kulup penis) dipotong dengan kauter dapat terjadi total phallic loss, atau gangguan saraf yang parah. Oleh itu, sebelum sirkumsisi, perlu diperhatikan indikasi dan kontraindikasi.
Sunat menggunakan alat ini, lanjut dia, energi listrik diarahkan langsung menuju jaringan penis, berisiko menyebabkan terbakarnya jaringan sampai ke glans penis. Ini dapat menyebabkan luka bakar yang hebat dan berakhir dengan teramputasinya glans penis (total phalic loss), terutama bila saat kulup dipotong terjadi kontak antara kauter dengan klem.
Pada umumnya, alasan menggunakan alat ini adalah dapat melakukan sunat dengan lebih cepat dan risiko perdarahan yang lebih sedikit, namun mengingat bahaya yang dapat terjadi sangat serius dan umumnya berakhir dengan kerusakan jaringan yang tidak dapat diperbaiki, sudah seharusnya tehnik sunat ini tidak boleh dilakukan.
"Untuk mencegah terjadinya cedera akibat teknik sunat yang salah, World Health Organization: Task Force of Circumcision merekomendasikan sunat harus dilakukan oleh tenaga yang terlatih dan kompeten dengan menggunakan teknik yang steril dengan memperhatikan penanganan nyeri yang baik. Beberapa studi sudah tidak menganjurkan sunat laser untuk dilakukan," kata Arry dalam ajang gelaran Forum Jurnalis Online (FJO) ini.
Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Bedah Indonesia, Prof. Andi Asadul Islam, mengatakan, di Indonesia remaja yang melakukan sirkumsisi teknik laser sebesar 10,2 juta atau 12%. Menurutnya, belum ada penelitian secara khusus menjelaskan tentang indikasi untuk sunat laser. Namun demikian, untuk penyunatan, laser memberikan manfaat untuk perdarahan yang lebih sedikit.
"Tetapi juga memiliki risiko, risiko kepala penis terpotong lebih tinggi, cedera pada kelenjar penis atau uretra dan luka bakar," ujar Andi.