Jakarta, Gatra.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel), Nurdin Abdullah (NA), sebagai tersangka kasus dugaan korupsi terkait dengan jasa perizinan dan pembangunan infrastruktur di lingkungan Pemerintah Provinsi Sulsel tahun 2020-2021.
Ketua KPK, Firli Bahuri, dalam konferensi pers pada Minggu dini hari (28/2), di gedung KPK, Jakarta, menyampaikan, dari operasi tangkap tangan (OTT) ini, KPK juga menetapkan 2 tersangka lainnya.
"Berdasarkan keterangan para saksi dan bukti yang cukup maka KPK berkeyakinan bahwa tersangka dalam perkara ini sebanyak 3 orang," katanya.
Adapun dua tersangka lainnya adalah Sekretaris Dinas Perangkat Uji Tanah Rawa (PUTR) Provinsi Sulsel, Edy Rahmat (ER) dan Agung Sucipto (AS) selaku kontraktor.
Nurdin Abdulla diduga menerima uang melalui orang kepercayaanya, yakni Edy Rahmat sekitar Rp2 miliar dari Agung Sucipto serta sejumlah penerimaan lainnya. Untuk uang Rp2 miliar, awalnya pada pukul 20.24, Agung dan IF selaku sopir dari keluarga saudara Edy menuju ke salah satu rumah makan di Makassar.
"Tiba di rumah makan tersebut telah ada saudara ER [Edy Rahmat] yang menunggu. Dengan beriringan mobil, IF mengemudikan mobil milik IF sedangkan saudara AS dan ER bersama-sama dalam 1 mobil milik AS menuju ke Jalan Hasanuddin, Makassar," ungkapnya.
Selanjutnya, sekitar pukul 21.00, IF kemudian mengambil koper yang diduga berisi uang dari dalam mobil milik Agung Sucipto. Uang tersebut selanjutnya dimasukkan ke dalam bagasi mobil milik Edy Rahmat di Jalan Hasanuddin.
Sekira pukul 23.00 Waktu Indonesia Tengah, petugas KPK menangkap Agung Sucipto yang tengah dalam perjalanan pulang menuju Bulukumba. Sedangkan Edy Rahmat ditangkap sekitar pukul 00.00 Waktu Indonesia Tengah di rumah dinasnya. Dari Edy penyidik menyita uang Rp2 miliar yang disimpan di dalam koper.
"Pada sekitar pukul 02.00 Waktu Indonesia Tengah, saudara NA [Nurdin Abdullah] juga ikut diamankan oleh KPK dari rumah jabatan Gubernur Sulawesi Selatan," ungkapnya.
Setelah itu, petugas membawa mereka ke Jakarta untuk diperiksa lebih lanjut di gedung merah putih hingga akhirnya KPK menetapkan 3 orang tersangka di atas.
KPK menyangka Nurdin Abdullah dan Edy Rahmat selaku penerima suap, diduga melanggar Pasal 12 huruf a dan Pasal 12 huruf b atau 11 dan pasal 12 B Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengfan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Sedangkan Agung Sucipto sebagai pemberi, disangkakan melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 5 Ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 99 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.