Jakarta, Gata.com – Dr. Kunthi Tridewiyanti dari Pusat Kajian Hukum Adat Fakultas Hukum Universitas Pancasila Jakarta mengatakan, ada tahapan dalam menyelesaikan perselisihan tentang warisan pada masyarakat adat Rote Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT).
"Bila terjadi sengketa pada si pewaris meninggal dunia, maka perselisihan diselesikan oleh Manek Leo," kata Kunthi dalam webinar bertajuk "Hukum Waris" pada Sabtu (27/2).
Manek Leo, lanjut dia dalam webinar gelaran Asosiasi Pengajar Hukum Adat (APHA) Indonesia ini, adalah pemimpin suku. Manek, artinya jantan. Sedangkan Leo maknanya suku.
Seiring perkembangan, Manek Leo ini juga bisa seorang kepala desa (kades) dan camat. Sedangkan jika perselisihan mengenai warisan ini tidak menghasilkan kepakatan atau keputusan secara adat, maka akan ditempuh melalui jalur hukum. "Akan dibawa ke pengadilan," ucapnya.
Adapun ahli warisnya menganut sistem partilineal, yakni semua laki-laki. Karena itu, mereka mempunyai hak dan kewajiban untuk menyelenggarakan penguburan, upacara peringatan kematian, dan membayar utang si pewaris.
"Kedudukan anak perempuan bukan sebagai ahli waris walaupun anak perempuan mendapatkan bagian dari harta ketika dia menikah sebagai bekal, berupa harta perhiasan," ujarnya.
Begitupun jika anak perempuan yang orang tuanya meninggal itu belum menikah, dia mendapat harta berupa perhiasan tetapi bukan sebagai ahli waris.
Sementara itu, Guru Besar Hukum Adat Universitas Jember (UNEJ), Prof. Dominikus Ratu, menyampaikan hasil kajiannya tentang hukum adat waris masyarakat Ngadhu-Bhaga Flores Tengah, Kabupaten Ngada, NTT.
Ia menjelaskan, dalam masyarakat Ngadh-Bhaga atau altenerd, perkawain masuk dan keluar sangat ditentukan oleh belis atau maskawain, meskipun tidak wajib atau pilihan. Ini tergantung pada keinginan saudara laki-laki ibu.
Menurut Ratu, belis ada 11 jenis dan berdampak pada status anak sebagai ahli waris. Pertama, ana di sao atau ana weta, yaitu anak perempuan ayah yang berhak atas tanah pusaka tinggi di rumah induk ibunya. "Anak ini lahir dari perempuan yang melakukan perkawinan kawin masuk," ujarnya.
Kedua, ana pasa; adalah anak sah secara hukum adat dari ayah yang berhak atas harta pusaka tinggi di rumah induk ayahnya. Anak ini lahir dari perempuan yang melakukan kawin keluar.
Ana pasa ini dibagi dua, yakni ana pasa geti soli moli yakni belis telah tuntas 100% sehingga kedudukan anak tersebut di rumah induk ayahnya sanga kuat. Selanjutnya ana wea papa dhiri, yakni kalau belis baru 55-90%, statusnya sama dengan ana pasa.
Ketiga, ana wea wegha, adalah anak yang status hukumnya terbelah antara ana dii sao dan ana pasa. Besaran belis-nya baru mencapai 45-55%.