Jakarta, Gatra.com - Sidang lanjutan perkara kekerasan yang diduga melibatkan John Refra alias John Kei, kembali digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Jumat (26/2). Pada sidang tersebut, dihadirkan tiga orang saksi dari pihak jaksa penuntut umum (JPU), yakni Angky, Agrapinus Rumatora alias Nus Kei, dan Gaspar.
Penasihat hukum John Kei mengklaim, seluruh keterangan saksi tak menunjukkan keterlibatan kliennya, terutama dalam peristiwa penganiayaan yang mengakibatkan hilangnya nyawa seseorang, di Duri Kosambi, Cengkareng, Jakarta Barat.
"Kami lega dan bisa sumringah atas selesainya persidangan. Bagaimana tidak lega, dari saksi korban tidak dapat menunjukkan atau membuktikan John Refra atau John Kei yang melakukan perintah atas kejadian di Kosambi," ujar salah seorang penasihat hukum John Kei, Anton Sudanto kepada pewarta usai persidangan.
Begitu pula kesaksian Nus Kei, orang yang disebut-sebut bersengketa dengan John Kei dalam perkara ini. Menurut Anton, keterangan Nus Kei menegaskan bahwa pria itu tak ada saat peristiwa di Duri Kosambi terjadi. Serta adanya utang Rp2 miliar Nus Kei, yang hendak ditagih pihak John Kei.
"Kemudian dalam kesaksian kedua yaitu Nus Kei yang di bawah sumpah, setelah digali keterangannya oleh majelis hakim yang terhormat, JPU dan tim lawyer semakin menegaskan bahwa saksi Nus Kei tidak ada di lokasi kejadian Kosambi," tutur doktor hukum pidana ini.
"Kemudian adanya penagihan uang Rp2 miliar beberapa kali sampai penagihan terakhir terjadilah pengrusakan rumahnya yang di Greenlake," imbuh Anton.
Nus Kei dalam keterangannya, kata Anton, juga menyampaikan pengakuan jika telah mendatangi John Kei untuk meminta bantuan dana Rp1 miliar.
"Serta dengan tegas saksi menerangkan bahwa benar saksi mendatangi klien kami untuk meminta bantuan dana Rp1 miliar, kemudian klien kami yang menghubungi rekannya yang dipanggil 'bos kecil'," tutur Anton.
"Perlu diketahui, klien kami menegaskan dari awal bahwa setelah klien kami menghubungi bos kecil itu maka disepakati penggunaan uang bos kecil sebesar Rp500 juta, dikarenakan Rp500 juta lainnya dari uang klien kami dan akan dikembalikan sebesar Rp2 miliar seperti sesuai dalam dakwaan JPU," lanjutnya.
Anton menjelaskan, uang tersebut lalu diserahkan istri John Kei ke Nus Kei, dan selanjutnya diberikan ke seorang pengacara bernama Taufik Chandra. Uang dipakai untuk mengurus perkara di Mahkamah Agung, terkait sebuah lahan di Ambon.
"Jadi sampai selesainya saksi memberikan kesaksian, tidak ada satupun yang dapat menunjukkan atau membuktikan adanya perintah dari klien kami John Refra atau John Kei terkait peristiwa Kosambi," jelasnya.
Begitu juga saksi lainnya yaitu Gasper, ia juga disebut tak menunjukkan keterlibatan John Kei dalam peristiwa di Duri Kosambi. Untuk itu bagi Anton, jelas sudah duduk perkara bahwa tidak ada keterlibatan kliennya tersebut.
"Kami tetap akan istiqomah memperjuangkan nasib klien kami John Refra atau John Kei dan sadar bahwa JPU dan kami sedang menggoda keyakinan majelis hakim sesuai lima alat bukti yang akan disajikan oleh JPU dan penasihat hukum. Kami berharap JPU tidak datang ke pengadilan hanya untuk menang, akan tetapi datang ke pengadilan untuk membuka keadilan seterang-terangnya," papar Anton.
Anton menuturkan, dalam hukum pidana, bukti dianalogikannya harus seterang cahaya. Tidak boleh hanya dari asumsi, ilusi atau ego penegak hukum itu sendiri. Lebih lanjut, apabila ada suatu tindak pidana, pihaknya menegaskan bukan hadir untuk menghilangkan pidana tersebut. Tetapi untuk mengurangi pidana itu, untuk mendapatkan kesadaran serta efek jera bagi si pelaku.
"Akan tetapi jika klien kami John Refra atau John Kei tidak terbukti bersalah maka harus dibebaskan. Semua penegak hukum tidak boleh menzalimi siapapun apalagi John Refra atau John Kei. Kami akan lawan kezaliman atau kriminalisasi tersebut," tegas Anton.
"Kami pun mendoakan majelis hakim yang mengadili perkara kami agar terus diberikan rahmat, kesehatan serta perlindungan dari Allah SWT agar selalu istiqomah," tandas advokat yang dijuluki 'monster persidangan' ini.