Pekanbaru,Gatra.com- Koordinator Simpul Pantau Gambut Romes Irawan menyebut upaya pemulihan lahan gambut di Provinsi Riau yang kurang optimal ini juga disebabkan oleh sikap pemerintah.
Menurut Romes, pemulihan lahan gambut dapat berjalan maksimal jika pemerintah tidak menutup akses terhadap rencana kerja tahunan (RKT) rencana kerja usaha (RKU) perusahaan.
"Dokumen itu yang sulit diakses, padahal melalui dokumen itu kita bakal tahu seperti apa rencana dan komitmen mereka terhadap pemulihan gambut di area konsesi," urainya kepada Gatra.com melalui sambungan seluler, Jum'at (26/2).
Tanpa adanya komitmen perusahaan melakukan pemulihan lahan gambut, maka beban itu dipikul oleh pemerintah melalui penggunaan anggaran negara.
Padahal, lanjut Romes, perusahaan yang begerak di sektor kelapa sawit maupun hutan tanaman industri, mendapat tekanan di pasar internasional untuk memiliki komitmen untuk tidak melakukan pengembangan usaha di lahan gambut.
"Temuan kita di lapangan, itu tidak ditemukan upaya mereka (korporasi) melakukan restorasi gambut. Artinya komitmen mereka di panggung internasional diragukan," jelasnya lagi.
Diketahui, sebagian besar lahan konsesi perusahaan berada di lahan gambut, dengan total luasan mencapai 1.572.595 hektare. Dari angka tersebut luasan konsesi hutan tanaman industri (HTI) di lahan gambut mencapai 1.408.308 hektare. Sedangkan konsesi peruntukan Hak Guna Usaha (HGU) kelapa sawit seluas 164.287 hektare.
Adapun luasan areal gambut yang menunggu upaya pemulihan di Riau mencapai 900 ribu hektare. Dari luasan tersebut, tanggung jawab utuh Badan Restorasi Gambut (BRG) hanya sekitar 109 ribu hektare. Sementara sebanyak 600 ribu hektare merupakan lahan gambut di areal HTI. Sisanya 200 ribu hektare berada di areal perkebunan atau pemilik Hak Guna Usaha (HGU).