Jakarta, Gatra.com – Setelah Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyebut adanya masalah dalam Undang-Undang (UU) Nomor 19/2016 Tentang Perubahan Atas UU Nomor 11/2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), produk hukum itu masih menjadi polemik. Jokowi sempat membuka kemungkinan untuk meminta DPR merevisi UU ITE, terutama pada pasal-pasal karet, jika tidak memberikan rasa keadilan kepada masyarakat.
Selain itu, Jokowi meminta pihak Polri, sebagai penegak hukum yang kerap memakai landasan UU itu, untuk lebih selektif dan berhati-hati menerjemahkan pasal-pasal yang menimbulkan multitafsir. Jokowi pun meminta Korps Bhayangkara membuat pedoman interpretasi resmi terhadap pasal-pasal dalam UU ITE. Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo pun diminta meningkatkan pengawasan agar implementasi peraturan ini konsisten, akuntabel, dan berkeadilan.
Sigit telah mengeluarkan Surat Edaran (SE) terkait penerapan UU ITE sebagai tindak lanjut dari permintaan Jokowi itu. Ia berharap surat itu bisa diterapkan secara efektif.
Kendati begitu, Sigit mengaku masih perlu sosialisasi terhadap jajarannya, juga kepada masyarakat. Menurutnya, hal itu penting dilakukan agar tidak ada pernyataan yang dibenturkan. Ia juga mengakui, sejauh ini pernyataan Polri belum seragam.
"Perlu adanya sosialisasi terhadap anggota kita dan juga ke masyarakat, sehingga tidak dibentur-benturkan. Karena saya melihat perkembangan media sosial, statement kita masih belum seragam. Saya harapkan bisa kita samakan," kata Sigit saat pelantikan Kabareskrim dan pati lainnya di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Rabu (24/2).
Kapolri menerbitkan Surat Edaran Nomor SE/2/II/2021 tentang Kesadaran Budaya Beretika untuk Mewujudkan Ruang Digital Indonesia yang Bersih, Sehat, dan Produktif tertanggal 19 Februari 2021. Lewat edaran tersebut, Sigit meminta kepada para penyidik untuk menggunakan hukum pidana sebagai upaya terakhir dalam penanganan perkara UU ITE. Sigit meminta penyidik mengedepankan pendekatan restorative justice dalam penegakan hukum.
Selain itu, Kapolri juga menerbitkan Surat Telegram yang berisi tentang pedoman penanganan perkara tindak pidana kejahatan siber yang menggunakan UU ITE. Surat Telegram bernomor ST/339/II/RES.1.1.1./2021 itu diterbitkan pada 22 Februari 2021, ditandatangani Wakabareskrim Irjen Wahyu Hadiningrat atas nama Kapolri.
Dalam telegram tersebut, ujaran kebencian termasuk pencemaran nama baik, fitnah, atau penghinaan bisa diselesaikan dengan mediasi.
"Memedomani Pasal 27 Ayat (3) Undang-Undang ITE, Pasal 207 KUHP, Pasal 310 KUHP, Pasal 311 KUHP," demikian bunyi ST tersebut.
Selain itu, kasus tindak pidana yang berpotensi memecah belah bangsa, seperti kasus yang mengandung SARA, juga bisa diselesaikan melalui mediasi.
"Memedomani Pasal 28 Ayat (2) UU ITE, Pasal156 KUHP, Pasal 156a KUHP, Pasal 4 UU No 40 Tahun 2008, serta tindak pidana penyebaran berita bohong yang menimbulkan keonaran memedomani Pasal 14 Ayat (1) UU No 1 Tahun 1946."