Jakarta, Gatra.com - Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (Menristek/BRIN) Bambang Brodjonegoro menyatakan jika saat ini riset dan inovasi pada pengusaha, terutama pengusaha swasta adalah tugas yang berat. Sebab, bagi sebagian pengusaha, riset hanya berlaku pada perguruan tinggi saja.
"Dari situ yang harus kita bangkitkan adalah awareness (kesadaran) terhadap pengusaha swasta bahwa inovasi itu atau riset dan inovasi itu bukan hanya kegiatan ilmiah di perguruan tinggi, justru riset dan inovasi itu harus mulai dilihat sebagai bagian dari strategi bisnis mereka, jadi mendekatkan dunia usaha dengan inovasi itu menjadi tugas utama kami yang paling berat," ungkap Bambang dalam wawancara khusus dengan Gatra.com, di Jakarta, Rabu (24/2).
Menurutnya, riset dan pengembangan untuk saat ini masih lemah di kalangan pengusaha. Butuh kesadaran ekstra agar mau menggunakan riset sebagai bentuk tolok ukur produknya dan harga jual yang kompetitif.
Di sisi lain, Bambang menerangkan, jika terdapat tiga perbedaan prinsip yang cukup mencolok pada pengusaha swasta. Hal itu menjadi perhatian bagi kementeriannya agar pengusaha mau menggunakan riset dan pengembangan agar ke depan bisa berinovasi dan tidak ketinggalan jaman.
"Pertama yang harus kita sadari dulu dalam kondisi hari ini ya, awareness swasta terhadap pentingnya R&D (Research and Development/Riset dan Pengembangan) itu sangat kecil justru. Sejujurnya kalau kita lihat kan profil pengusaha kita kan mayoritas pedagang, pedagang itu termasuk importir, artinya pos dagang kan memberi barang dan menjual barang kembali dengan margin. Dari margin itulah mereka bisa hidup," paparnya.
Menurut Bambang kebanyakan pengusaha itu adalah pedagang, tidak terbayangkan oleh mereka akan R&D, yang paling penting mencari barang yang harganya paling murah tapi bagus dan bagaimana menjual dengan harga setinggi mungkin.
Di kategori kedua, pengusaha yang memiliki kecenderungan dalam model perakitan otomotif maupun elektronik. Menurutnya, meski sudah lebih baik daripada ketegori yang pertama, namun tetap belum berinovasi secara lebih mendalam.
"kemudian juga pabrik garmen bikin sepatu dan seterusnya, jadi tidak ada konten teknologi di situ, karena semuanya mengikuti manual yang disampaikan oleh pemegang merek atau dari headquarter. Jadi sudah lebih maju dari kategori pertama tapi belom ada nilai tambah dari inovasinya," jelasnya.
Di kategori ketiga, lanjut Bambang, baru ada pengusaha yang memikirkan inovasi melalui riset dan pengembangan. Namun memang, dalam hal jumlah masih hanya segelintir yang melaksanakan.
"Baru di kelompok ketiga yang jumlahnya masih sedikit saya yakin, itu adalah sekelompok pengusaha atau perusahaan yang sudah menjadikan R&D sebagai titik tolak dia melakukan inovasi, kita bisa lihat contoh misalkan ada smart TV buatan Indonesia, atau ada mobil tipe tertentu yang dikembangkan di Indonesia, prinsipalnya itu adalah cikal bakal dari lahirnya RnD yang menjurus kepada inovasi hasil produk," tutup Bambang.