Karanganyar, Gatra.com- Manipulasi data pasien Covid-19 sangat tidak dibenarkan. Apalagi dilakukan fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes).
Hal itu dikatakan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah Yulianto Prabowo kepada wartawan saat ditanya kemungkinan adanya oknum manajemen RS sengaja membuat data palsu pasien yang sebenarnya tak terinveksi. Modus itu dilakukan demi memperoleh klaim pembiayaan dari pemerintah.
"Itu (perbuatan) enggak benar. Katakan siapa, kapan dan dimana kejadiannya dan siapa korbannya. Akan saya urus!" katanya.
Jika laporan itu benar adanya, ia akan menjatuhkan sanksi administratif sampai pencabutan izin operasional fasyankes hingga sanksi pidana.
Yulianto tak memungkiri manajemen fasyankes berstatus Badan Layanan Umum harus membiayai pengeluarannya secara mandiri. Di saat pandemi, pemerintah membayar klaim rumah sakit atas perawatan pasien Covid-19. Nilai klaim ini jauh di atas standar pembiayaan perawatan yang ditentukan INA-CBG. Bahkan sampai tiga atau empat kali lipat lebih besar.
"Biaya perawatan pasien Covid-19 ditanggung pemerintah pusat. Bagi RS, klaimnya sangat bagus. Membantu sekali bagi finansialnya. Jauh dari klaim BPJS kesehatan," katanya.
Meski demikian, jangan sekali-kali manajemen fasyankes memanfaatkan hal itu dengan memanipulasi status pasien. Dari semula sakit non covid-19, menjadi pasien Covid-19.
Sekretaris Dinas Kesehatan Kabupaten Karanganyar Purwati menyebut biaya perawatan pasien Covid-19 dengan komorbiditas bisa mencapai Rp50 juta.
"Antara Rp15 juta-Rp20 juta. Ada yang biayanya sampai Rp50 juta. Asalkan pasien Covid-19, ditanggung pemerintah. Klaim ini lebih besar dari standar Inasibijis (INA-CBG)," jelasnya.
Direktur RSUD Karanganyar, Iwan Setiawan menyebut klaim yang dibayarkan pemerintah ke rumah sakit terkait perawatan pasien Covid-19 menunjang operasional rumah sakitnya. Selain untuk membayar pegawai, juga membeli sarana dan prasarana penunjang tenaga kesehatan.
"Klaim perawatan pasien Covid-19, bisa membantu kami beli APD," katanya.