Jakarta, Gatra.com - Pemerintah akan memberlakukan kebijakan Diskon Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) pada Maret 2021 mendatang. Regulasi baru tersebut dibuat untuk mendorong penjualan mobil yang terimbas pandemi Covid-19. Namun, pengamat menilai sebaliknya: bahwa penjualan mobil tidak akan terdongkrak signifikan dengan adanya kebijakan tersebut.
Ekonom Institute For Development of Economics and Finance atau Indef, Esther Sri Astuti, mengatakan, regulasi tersebut tidak akan memengaruhi apa-apa. Pasalnya, daya beli memang sedang menurun akibat pandemi. Menurut dia, regulasi tersebut justru hanya akan menurunkan penerimaan pajak.
Potensi kehilangan penerimaan pajak, kata Esther, bisa mencapai Rp2,28 triliun. Bahkan, kebijakan ini dapat mengurangi pendapatan pajak daerah. Dia menyebutkan tax ratio di Indonesia masih sangat rendah berkisar antara 9-10 persen. Jumlah tersebut sangat berbanding jauh dengan negara Malaysia dan Singapura yang tax ratio-nya sudah mencapai 15-20 persen.
Menurut catatan Esther, justru ada peningkatan di sektor penjualan mobil saat ini. Pertumbuhannya sudah mencapai 5 persen. "Tanpa ada tax insentif pun penjualan sudah cukup tinggi. Kalau diberikan tax insentif jadi sia-sia," ujar dia pada diskusi virtual INDEF, Selasa (23/2).
Sehingga, lanjut Esther, relaksasi ini hanya akan menambah kemacetan dan polusi. Pasalnya, produksi kendaraan bermotor di Indonesia masih menggunakan bahan bakar fosil, bukan kendaraan ramah lingkungan. "Lebih baik pemerintah fokus pada penanganan pandemi, jangan mengobral tax insentive karena tax ratio kita rendah, ujar Esther