Home Hukum Kejaksaan: 4 IRT Pengrusakan Pabrik Rokok Tak Kooperatif

Kejaksaan: 4 IRT Pengrusakan Pabrik Rokok Tak Kooperatif

Jakarta, Gatra.com – Kepala Kejaksaan Negeri Lombok Tengah (Kajari Loteng), Otto Somputan, mengatakan bahwa keempat Ibu Rumah Tangga (IRT) yang menjadi tersangka kasus dugaan pengrusakan pabrik rokok UD Mawar Putra di Desa Wajageseng, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB), tidak kooperatif dan berbeli-belit.

"Dilakukan pemeriksaan tahap 2 oleh jaksa penuntut umum, berbelit belit dan tidak kooperatif," kata Otto dalam konferensi pers di Kejaksaan Agung (Kejagung), Jakarta, pada Senin malam (22/2).

Otto menjelaskan kronologi penanganan perkara yang membelit 4 orang IRT terdiri dari Hultiah, Nurul Hidayah alias Inaq Alpi, Martini alias Inaq Abi, dan Fatimah alias Inaq Ais.

Awalnya kasus ini disidik oleh Polres Loteng. Penyidik sempat mengirimkan berkas perkara tahap pertama dengan nomor surat B/16/5/2021 pada tanggal 28 Januari 2021. Selanjutnya, berdasarkan KUHAP bahwa jaksa mempunyai waktu 7 hari untuk melakukan penelitian berkas perkara dan 14 hari sejak pelimpahan wajib memberitahukan kepada penyidik apakah berkas tersebut lengkap atau tidak.

Setelah itu, pada tanggal 3 Februari 2021, atau tepatnya 7 hari sejak menerima berkas perkara tersebut, Jaksa Penuntut Umum Kejari Loteng menyatakan berkas perkara keempat tersangka sudah lengkap (P-21) dan menerbitkan surat nomor B-255/N.2.1/Eku.1/02/2021.

Penyidik Polres Loteng selanjutnya melimpahkan tahap dua, yakni berkas, tersangka Hulitiah dkk, dan barang bukti kepada jaksa penuntut umum pada tanggal 16 Februari 2021, pukul 10.00 Wita di Kejari Loteng.

Penyidik Polres Loteng juga menyerahkan surat kesehatan yang menyatakan bahwa para tersangka itu dalam keadaan sehat. Jaksa kemudian melakukan pemeriksaan terhadap para tersangka.

"[Mereka] berbelit belit dan tidak kooperatif dan sempat diberikan kesempatan untuk berdamai melalui upaya Restorative Justice namun keempat tersangka tetap menolak," ungkapnya.

Saat diserahkan oleh penyidik Polres Loteng, para tersangka tidak didampingi kuasa hukum maupun pihak keluarga. Mereka juga tidak pernah ada membawa anak-anak di ruangan penerimaan tahap 2 Kejari Lonteng.

Otto melanjutkan, jaksa penuntut umum kemudian menunjuk pengacara untuk mendampingi keempat IRT tersebut. Namun para tersangka menolak penunjukan itu dan akan menunjuk penasihat hukum sendiri di persidangan.

"Bahwa oleh karena Pasal 170 KUHP yang disangkakan pada para tersangka merupakan pasal yang bisa dilakukan penahanan, maka para tersangka telah diberikan hak-haknya oleh jaksa penuntut umum," ujarnya.

Adapun hak-hak tersangka yang diberikan oleh jaksa penuntut umum yakni agar para IRT tersebut menghubungi pihak keluarganya untuk mengajukan permohonan untuk tidak dilakukan penahanan dan sebagai penjamin sebagaimana SOP.

"Namun, sampai dengan berakhirnya jam kerja yaitu jam 16.00 WITA, pihak keluarga para tersangka tidak juga datang ke kantor Kejaksaan Negeri Lombok Tengah," ujarnya.

Otto mengungkapkan, jaksa penuntut umum juga telah memberikan hak kepada keempat tersangka IRT itu untuk dilakukan perdamaian, namun mereka menolak serta berbelit belit selama pemeriksaan tahap dua.

"Jaksa penuntut umum harus segera mengambil sikap dan oleh karena pasal yang disangkakan memenuhi syarat subjektif dan objektif berdasarkan pertimbangan tersebut di atas maka para tersangka ditahan oleh jaksa penuntut umum di Polsek Praya Tengah," katanya.

Selanjutnya, pada Rabu, 17 Februari 2021, jaksa penuntut umum melimpahkan perkara keempat IRT yang kemudian berstatus terdakwa ke Pengadilan Negeri Praya. Pelimpahan ini merujuk pada surat Jaksa Agung Muda Pidana Umum (Jampidum).

Ketentuan surat Jampidum tersebut bahwa setelah tahap 2, paling lambat 3 hari berkas perkara harus dilimpahkan ke pengadilan untuk disidangkan dan agar memperoleh setatus tahanan hakim sehingga jaksa penuntut umum dapat memindahkan tahanan ke Rutan Praya guna mendapatkan fasilitas yang lebih layak bagi para terdakwa.

"Bahwa pada hari Rabu, tanggal 17 Februari 2021, dikeluarkan Penetapan Hakim PN. PRaya Nomor : 37 /Pid.B/2021/PN. Praya tertanggal 17 Februari 2021," kata Otto.

Hakim Pengadilan Negeri Praya menetapkan penahanan Rutan terhadap para terdakwa selama paling lama 30 hari sejak tanggal 17 Februari 2021 sampai dengan Tanggal 18 Maret 2021 dan jaksa penuntut umum langsung melaksankan penetapan tersebut pada hari dan tanggal yang sama.

Selanjutnya, kata Otto, pada Kamis, 18 Februari 2021, sekitar pukul 08.00 WITA, jaksa penuntut umum memindahkan keempat terdakwa IRT itu ke Rumah Tahanan (Rutan) Praya dengan melakukan proses rapid test. Hasilnya, keempat terdakwa negatif Covid -19 dan diterima oleh Rutan Praya.

"Bahwa perkara para terdakwa akan disidangkan pada hari Rabu, tanggal 24 Februari 2021, sesuai dengan penetapan hakim Nomor : 37 /Pid.B/2021/PN. Praya tertanggal 17 Februari 2021," ungkapnya.

Sedangkan soal pemberitaan dan foto yang beredar di media sosial (medsos) bahwa para terdakwa ditahan bersama anaknya oleh pihak Kejaksaan adalah tidak benar, melainkan keluarga para terdakwa membawa anak para terdakwa di Polsek Praya Tengah maupun di Rutan Praya untuk ikut bersama para terdakwa berdasarkan izin pihak Rutan.

Bahwa persoalan kenapa ditahan, lanjut Otto, sudah dijelaskan dengan pertimbangan di atas dan terhadap para terdakwa sebagaimana KUHAP masih mempunyai hak untuk dilakukan penangguhan penahanan pada tahap selanjutnya, yaitu tahap persidangan.

"[Mekanismenya] yaitu dengan mengajukan permohonan penangguhan penahanan pada hakim karena pada saat ini status penahanan hakim dan hakimlah yang bertanggung jawab," ujarnya.

Otto menyampaikan bahwa pada hari ini ke-4 terdakwa tersebut sudah ditangguhkan oleh Majelis Hakim Pengadilan Praya dalam persidangan perdana dengan agenda sidang pembacaan surat dakwaan oleh jaksa penuntut umum.

Konferensi pers ini dihadiri Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Leonard Eben Ezer Simanjuntak, beserta jajaran serta Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB, Tomo.

Dalam perkara ini, jaksa penuntut umum dari Kejari Loteng mendakwa keempat IRT tersebut melanggar Pasal 170 Ayat (1) KUHP tentang perusakan yang ancaman hukumannya lima tahun dan enam bulan penjara.

Perkara ini bergulir hingga ke persidangan setelah pihak pemilik gudang tembakau UD Mawar Putra melaporankan perbuatan para pelaku. Laporan kepada pihak kepolisian itu dilakukan karena merasa dirugikan akibat perbuatan pelemparan batu tersebut.

Karena perbuatan keempat IRT tersebut, korban bernama Muhamad Suhardi yang sekaligus menjadi saksi dalam kasus ini mengalami kerugian sebesar Rp4,5 juta.

186