Banyumas, Gatra.com – Kebijakan insidental penanganan Covid-19 membuat pasar wisata mengalami kekacauan. Pasalnya, wisatawan kerap bingung untuk berkunjung ke karena tidak bisa memastikan objek wisata tersebut dibuka atau justru harus tutup.
Manajer Bisnis KPH Banyumas Timur, Sugito, mengungkapkan, salah satunya kebijakan Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) atau PSBB. Pemberlakukan PPKM ini membuat wisatawan enggan berkunjung ke objek wisata.
KPH Banyumas Timur mengelola sejumlah objek wisata. Salah satunya, Curug Cipendok, di Cilongok, Kabupaten Banyumas. Ini adalah satu air terjun legendaris yang tiap tahun selalu dikunjungi ribuan wisatawan.
“Penanganan Covid-19 memang harus dilakukan oleh semua pihak, termasuk objek wisata. Kami menaati aturan. Tapi di sisi lain, pasar juga bingung karena tidak bisa memastikan objek wisata dibuka atau tidak,” katanya.
Dia mengemukakan, kunjungan wisata di Curug Cipendok sempat anjlok total pada 2017 dan 2018 karena dampak air keruh Sungai Prukut. Namun, kunjungan wisatawan mulai membaik pada 2019 dan beranjak normal pada 2020.
Sayangnya, pada 2020 objek wisata ditutup untuk beberapa waktu, termasuk saat peak season Idul Fitri. Penutupan berdasar kebijakan insidental juga membuat Curug Cipendok banyak kehilangan pengunjung.
Pada 2020, kunjungan Curug Cipendok mencapai 20 ribu orang. Jumlah ini diyakini akan berlipat jika saat Idul Fitri tak ada penutupan objek wisata. Sebab, berdasar data sebelum terdampak PLTP Gunung Slamet, kunjungan libur Idul Fitri mencapai 24 ribu orang.
“Angka ini mendekati kunjungan Curug Cipendok dalam kondisi normal yang berada di kisaran 35 ribu orang per tahun,” ucapnya.
Namun, kata dia, kebijakan bersifat insidental cukup menyebabkan penurunan yang signifikan. Pasalnya, wisatawan tidak bisa memastikan apakah objek wisata dibuka atau tidak. Mereka enggan berspekulasi dan akhirnya kunjungan wisata pun kembali terdampak.