Pekanbaru, Gatra.com - Kalau ditengok sepintas, Peraturan Gubernur Riau nomor 77 tahun 2020 Tentang Tata Cara Penetapan Harga Pembelian Tandan Buah Segar Kelapa Sawit Produksi Pekebun itu, biasa saja, sama seperti Pergub lainnya.
Tapi bagi lelaki 53 tahun ini, Pergub itu justru menjadi bukti kalau Gubernur Riau (Gubri), Syamsuar, sangat memahami apa yang menjadi isu paling penting dan sensitif di daerahnya.
"Data 2020 menyebut kalau luas kebun kelapa sawit di Riau mencapai 4,058 juta hektar. Lebih dari 2,6 juta hektar dari luasan itu adalah kebun petani. Hitung saja berapa juta manusia yang terlibat secara langsung dan tidak langsung di kebun seluas itu dan berapa triliun rupiah perputaran duit di sana?," urai dosen Pascasarjana Ilmu Pertanian Universitas Riau ini, saat berbincang dengan Gatra.com, kemarin.
Lebih jauh ayah satu anak ini menyebut, sebenarnya sudah sejak 20 tahun terakhir sawit menjadi motor utama penggerak ekonomi di Riau.
"Di mana ada kebun kelapa sawit, di situ tumbuh kota kecil. Mulai dari Ujungbatu, Bagan Batu, Kandis, Sorek dan kota kecil lain," rinci DR Antony Hamzah.
Lantas meski di masa pandemi, tahun lalu, Riau menjadi pemegang rekor Nilai Tukar Petani (NTP) tertinggi di Sumatera. Ini kata Antony menandakan bahwa kelapa sawit Riau telah memegang andil besar.
Nah, meski sawit sudah sedikdaya itu kata Antony, belum ada aturan main tentang sawit yang benar-benar memihak pekebun.
"Di mata Syamsuar, keberadaan petani sawit adalah sesuatu yang sangat seksi, tulangpunggung penggerak ekonomi Riau. Itulah makanya dia geber aturan main itu," katanya.
Lewat Pergub tadi kata ayah satu anak ini, Syamsuar benar-benar menata rantai distribusi sawit pekebun di Riau sedemikian rupa.
"Dia mendengar, membaca dan menganalisa apa yang menjadi kepentingan petani, ditambah dengan aktifnya Kadisbun Riau, Zulfadli, semakin kloplah perhatian Syamsuar kepada petani sawit," ujarnya.
"Mulai dari penyeragaman harga TBS, penertiban Biaya Operasional Tidak Langsung (BOTL) yang pernah direcoki petani, kalibrasi timbangan Pabrik Kelapa sawit (PKS), standard potongan timbangan TBS, perhitungan cangkang, kemitraan petani swadaya, dia lakukan. Dulu yang dikenal cuma Plasma (binaan perusahaan)," Antony mengurai.
Tak hanya itu, penguatan kelembagaan pekebun, memperpendek rantai tataniaga TBS, mendorong partisipasi PKS se Riau untuk peduli dan semua Kemitraan jual beli TBS wajib diketahui Pemerintah Daerah, tak luput dari perhatian Syamsuar.
"Terlepas dari isu kawasan hutan dan lingkungan, sawit telah menguatkan ekonomi Riau, menghidupi begitu banyak rakyat di Riau. Ini yang dilihat Syamsuar," katanya.
Bagi Ketua DPW Asosiasi Petani Kelapa Sawit (Apkasindo) Riau, H. Suher, Perda yang dibikin Syamsuar terkait sawit pekebun ini adalah 'menu' komplit yang bisa dimanfaatkan petani untuk memperkuat kemandiriannya.
"Atas nama petani sawit Apkasindo se-Riau, kami sangat berterimakasih kepada Pak Syamsuar. Pergub ini ibarat vaksin bagi kami petani. Hadirnya Pergub ini membuat kami semakin semangat menata kebun kami menjadi kebun yang berkelanjutan. Bagi kami petani sawit, inilah kado terindah yang diberikan Pak Gubernur di dua tahun kepemimpinannya," ujar Suher.
Pengurus Apkasindo Kuantan Singingi, H. Rofingi, juga mengaku sangat senang dengan hadirnya Pergub itu. "Kalau selama ini BOTL enggak jelas kemana perginya, mudah-mudahan ke depan sudah jelas," ujarnya.
Dengan hadirnya Pergub ini kata Rofingi, berarti tinggal satu lagi persoalan petani kelapa sawit yang sampai saat ini masih mendera.
"Nasib saudara kami petani sawit yang berada dalam klaim kawasan hutan masih belum jelas. Memang Undang-Undang Cipta Kerja (UUCK) sudah hadir menjadi solusi. Kami sangat berharap kelak, ketika Peraturan Pemerintah terkait petani sawit dijalankan, Pak Gubernur berkenan membantu dan mengawal petani sawit, biar ke depan, PP itu tidak menjadi blunder," pintanya.
Abdul Aziz