Karanganyar, Gatra.com- Pengelolaan kurang tepat lahan pertanian di wilayah kaki Gunung Lawu meningkatkan potensi erosi dan longsor. Parahnya lagi, status kepemilikan pribadi lahan tersebut menyulitkan langkah rehabilitasi hutan dan lahan (RHL).
Asisten Perhutani (Asper) Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Lawu Utara, Widodo mengatakan mayoritas lahan di kaki lawu berstatus hak milik privat atau pribadi, yang sebagian berupa ladang sayur yang tak pernah berjeda saat musim tanam.
Pada program rehabilitasi hutan dan lahan pada 2019 lalu, pemerintah menyasar 1.250,47 hektare di wilayah BKPH Lawu Utara. Usai melaksanakan RHL pada 2019, belum ada lagi program serupa yang dilanjutkan pada 2020 dan 2021. Kini Perhutani berkonsentrasi pada pemeliharaan program itu.
"Gunung Lawu itu meliputi kepala, badan dan kaki. Perhutani hanya menangani kepala dan badan karena kakinya berstatus hak milik semua. RHL pada 2019 lalu akhirnya pada wilayah hutan saja, tidak sampai ke kaki. Padahal, alih fungsi lahan pada kaki sangat mempengaruhi. Di sini, ladang-ladang sayur tanpa tanaman penahan membuat potensi erosi makin besar, katanya saat ditemui Gatra.com di Desa Berjo, Ngargoyoso, Rabu (17/2).
Secara kasat mata, terlihat hamparan ladang-ladang sayur di kaki Lawu tanpa tanaman berbatang keras di sela pematang. Padahal ladang tersebut berada pada tanah berkontur miring khas perbukitan.
Widodo menambahkan tanaman penahan erosisebenarnya dibutuhkan untuk mencegah longsor, namun kebanyakan petani enggan menanam pohon di pematang karena khawatir menutupi sinar matahari bagi sayurannya.
"Harus terus kita sosialisasikan pentingnya tanaman penahan erosi ditanam di pematang. Khususnya di ladang perbukitan. Bisa dengan tanaman kopi. Selain menghasilkan, juga bisa menjadi sarana penahan erosi," jelasnya.
Selain kopi, masyarakat dapat memilih tanaman penahan erosi di ladang pertanian perbukitan seperti sengon dan durian.
Lebih lanjut dikatakan Widodo, pengelolaan salah pada alih fungsi lahan untuk pertanian sudah memperlihatkan petaka. Ia meyakini kejadian longsor di sejumlah titik di Tawangmangu pada Desember 2020 lalu adalah dampaknya.
"Yang kemarin longsor di tujuh titik di Tawangmangu itu dampaknya," katanya.
Lanjut Widodo, Gunung Lawu menyimpan cadangan air dalam jumlah besar. Pemanfaatannya oleh masyarakat seperti konsumsi harian, pertanian, komersial dan pariwisata. "Harus terus dijaga. Penggunaan airnya cukup besar sekali," katanya.