Yogyakarta, Gatra.com - Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Eddy Hiariej menyebut dua menteri yang korupsi di masa pandemi layak untuk dituntut hukuman mati. Namun hukuman mati akan jadi masalah di antara aktivis HAM dan aktivis antikorupsi.
"Kejahatan di masa pandemi harus dimaknai sebagai hal yang memberatkan. Kasus korupsi dua mantan menteri bagi saya mereka layak dituntut dengan ketentuan pasal 2 ayat 2 UU Pemberantasan Tipikor yang pemberatannya sampai pada pidana mati," tutur Eddy.
Hal itu disampaikan Eddy dalam seminar daring 'Telaah Kritis terhadap Arah Pembentukan dan Penegakan Hukum di Masa Pandemi', Selasa (16/2). Acara ini ditayangkan di akun Youtube Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (FH UGM) dalam rangka Dies Natalis ke-75 fakultas tersebut.
Menuut dia, kedua menteri itu punya alasan pemberat untuk dituntut hukuman mati. "Pertama, mereka melakukan kejahatan dalam keadaan darurat saat Covid-19. Kedua, mereka melakukan kejahatan dalam jabatan. Dua hal memberatkan itu lebih dari cukup untuk diancam pasal 2 ayat 2 UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor)," katanya.
Akhir 2020 lalu, di tengah pandemi, dua menteri ditangkap KPK karena kasus korupsi. Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo dari Partai Gerindra dicokok dalam kasus ekspor benih lobster, sedangkan Menteri Sosial Juliari Batubara dari PDIP menyerahkan diri karena kasus bantuan sosial.
Menurut Eddy, penerapan pidana mati tak menjadi persoalan bagi DPR dan pemerintah. "Tapi (jadi persoalan) antara pegiat antikorupsi dan pegiat HAM. Pegiat HAM sudah pasti menolak pidana mati, tapi pegiat antikorupsi itu maunya koruptor dihukum mati. Pemerintah mau dengar mana?" ujarnya.
Ia menyebut solusi kondisi itu adalah dengan menjadikan hukuman mati dalam sistem percobaan. "Boleh dijatuhkan jika dan hanya jika ada percobaan, maka itu bukan pidana pokok tapi pidana khusus," kata Guru Besar Hukum Pidana UGM ini.
Eddy bersikukuh pasal 2 ayat 2 UU Tipikor dengan pemberatan hukuman mati bisa diterapkan pada pejabat korup, terutama di masa-masa tertentu seperti pandemi saat ini.
"Sumber hukum tidak hanya UU dan kebiasan tapi juga doktrin. Di konteks hukum pidana, pemberatan pidana dalam keadaan tertentu itu ada tiga, yaitu bencana alam, huru-hara, dan wabah penyakit. Anak kecil di pinggir jalan saja tahu pandemi itu wabah penyakit. Jadi tidak perlu diperdebatkan," tuturnya.