Jakarta, Gatra.com – Direktur Utama (Dirut) PT Metropolitan Kuningan Property, Tan Kian, menjelaskan proyek pembangunan properti yang bekerja sama dengan pihak Benny Tjokrosaputro (Bentjok).
Tan Kian melalui kuasa hukumnya, Andi Simangunsong, pada Selasa (16/2), menjelaskan bahwa ada 2 kerja sama dua proyek properti tersebut. Pertama, Tan Kian bekerja sama dengan PT Duta Regency Karunia.
Menurutnya, PT Duta Regency Karunia ini merupakan perusahaan yang manajemennya didapuk dua adik Bentjok.? "Teddy Tjokro dan Franky Tjokro duduk sebagai manajemennya menyediakan tanah atau lahan," katanya.
Adapun Tan Kian selaku direktur utama PT Metropolitan Kuningan Property, lanjut Andi, bertugas membangun dan memasarkan apartemen di atas tanah atau lahan tersebut. Harga tanah atau lahan tersebut telah dibayar lunas oleh Kerja Sama Operasi Duta Regency Karunia Metropolitan Kuningan Property (KSO DRK-MKP) kepada PT Duta Regency Karunia melalui hasil penjualan properti dimaksud.
Adapun proyek kedua, kata Andi, pihak Tan Kian bersama investor menggelontorkan uang ratusan miliar untuk membeli tanah di Kabupaten Bogor dan Tangerang yang dahulunya sejak tahun 1994 telah mulai dibebaskan oleh pihak Bentjok, yakni oleh almarhum ayahnya Bentjok.
Tan Kian membeli tanah tersebut guna membangun proyek perumahan. Secara sederhana, dalam kedua proyek tersebut, tanah atau lahan yang disediakan atau dibebaskan pihak terkait Bentjok telah seluruhnya dibayar lunas oleh KSO ataupun oleh pihak Tan Kian beserta investor yang di bawa oleh pihak Tan Kian. "Hal tersebut telah terang benderang dalam pemeriksaan," ujarnya.
Atas dasar itu, Andi menyampaikan bahwa pihaknya percaya bahwa Kejaksaan Agung (Kejagung) akan profesional dan tidak akan mengorbankan pengusaha yang melakukan transaksi bisnis yang sah dan wajar yang telah diperiksa bahkan sampai tingkat Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta dalam perkara Jiwasraya.
Andi menyampaikan bahwa kliennya sebagaimana fakta pemeriksaan yang bersangkutan dalam kasus Jiwasraya yang kapasitasnya sebagai saksi dalam penyidikan Kejagung dan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta terkait seluruh transaksi yang ada antara Benny Tjokro dengan Tan Kian tidak terlibat dalam kasus Jiwasraya dan Asabri.
"Hasilnya, Kejaksaan Agung dan Pengadilan menganggap transaksi yang dilakukan Tan Kian adalah transaksi bisnis yang sah dan wajar," ujarnya.
Selain itu, tidak ada satu pun transaksi antara Benny Tjokro dan Tan Kian yang belum diperiksa oleh Kejagung dan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta.
"Dengan demikian, sekalipun terhadap Benny Tjokro dkk penyidikan Asabri adalah penyidikan baru dan berbeda dengan penyidikan Jiwasraya, namun dalam kaitan dengan Tan Kian, tidak ada hal yang baru dan tidak ada hal yang berbeda," ujarnya.
Baca juga: Kejagung Sita 183 Ha Tanah Bentjok terkait Kasus Asabri
Pasalnya, lanjut Andi, semua transaksi antara Benny Tjokro dan Tan Kian, baik diduga terkait Jiwasraya ataupun tidak, telah diperiksa secara menyeluruh oleh Kejagung dan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta. Tan Kian telah dinyatakan tidak terlibat dalam dugaan tindak pidana yang ada.
"Kami berharap dan memperingatkan pihak-pihak lain untuk tidak mengeluarkan pernyataan-pernyataan yang seolah-olah mengkaitkan Tan Kian dengan dugaan tindak pidana apapun juga terkait dengan penyidikan kasus Asabri yang sedang berjalan," ujarnya.
Tim Jaksa Penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung) menyita 131 eksemplar Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) atas nama PT HT terkait kasus dugaan korupsi pengelolaan keuangan dan dana investasi PT Asabri.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Leonard Eben Ezer Simanjuntak, di Jakarta, Senin (15/2), menyampaikan, 131 SHGB itu atas tanah seluas 183 hektare.
"[Tanah tersebut] terletak di Kecamatan Curugbitung, yakni pemekaran Kecamatan Maja, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten," ungkapnya.
Kejagung menyita 131 eksemplar SHGB atas tanah seluas 183 hektare itu merupakan barang bukti terkait kasus dugaan korupsi pengelolaan keuangan dan dana investasi PT Asabri yang membelit Direktur Utama (Dirut) PT Hanson International Tbk, tersangka Benny Tjokrosaputro (BTS) atau Bentjok.
"Barang bukti yang dilakukan penyitaan para hari ini, adalah lahan atau perkarangan atas nama tersangka BTS," katanya.
Dalam kasus dugaan korupsi pengelolaan keuangan dan dana investasi pada PT Asabri ini, Kejagung telah menetapkan 9 orang tersangka. Awalya, Kejagung mentapkan 8 orang sebagai pesakitan.
Kedelapan orang tersangkanya adalah mantan Direktur Utama (Dirut) PT Asabri periode 2011-Maret 2016, (Purn) Mayjen Adam Rachmat Damiri; mantan Dirut PT Asabri Maret 2016-Juli 2020, (Purn) Letjen Sonny Widjaja; mantan Direktur Keuangan PT Asabri periode Oktober 2008-Juni 2014, Bachtiar Effendi; mantan Direktur Asabri periode 2013-2014 dan 2015-2019, Hari Setiono.
Selanjutnya, Kepala Divisi Investasi PT Asabri Juli 2012-Januari 2017, Ilham W. Siregar, Dirut PT Prima Jaringan, Lukman Purnomosidi; Dirut PT Hanson International Tbk, Benny Tjokrosaputro; dan Komisaris PT Trada Alam Minera, Heru Hidayat.
Benny Tjokrosaputro (Bentjok) dan Heru Hidayat sebelumnya merupakan tersangka dan sekarang berstatus terdakwa dalam perkara korupsi Asuransi Jiwasraya. Kasus Asabri ini modusnya mirip dengan kasus Jiwasraya yang lebih dahulu disidik, yakni "goreng-menggoreng" saham.
Baca juga: Kejagung Sita Ferrari, Kapal, & Ratusan Ha Tanah
Kejagung menyangka para tersangka di atas diduga melanggar sangkaan primer, yakni Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 18 Undan-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU No. 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Kemudian, sangkaan subsidair, yakni diduga melanggar Pasal 3 juncto Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU No. 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Teranyar, Kejagung pada Senin kemarin (15/2), menetapkan Direktur Jakarta Emiten Investor Relation, Jimmy Sutopo (JS), sebagai tersangka kasus dugaan korupsi dan pencucian uang terkait pengelolaan kuangan dan dana investasi pada PT Asabri ini.
Penyidik menetapkan Jimmy Sutopo sebagai tersanka karena diduga secara bersama-sama dengan Direktur Utama (Dirut) PT Hanson International Tbk, Benny Tjokrosaputro (BTS) atau Bentjok, melakukan tindak pidana korupsi dalam pengelolaan keuangan dan dana investasi oleh PT Asabri.
"Karena memperoleh keuntungan dengan melakukan tindak pidana korupsi tersebut, JS diduga juga melakukan tindak pidana pencucian uang yang berasal dari tindak pidana korupsi dalam pengelolaan keuangan dan dana investasi oleh PT Asabri," ujarnya.
Adapun kronologi atau duduk perkara yang disangkakan, ungkap Leo, bermula sekitar awal tahun 2013 sampai dengan tahun 2019, tersangka JS telah bersepakat dengan tersangka Bentjok untuk mengatur trading transaksi (jual/beli) saham milik tersangka Bentjok kepada PT Aasabri.
Caranya, yang bersangkutan menyiapkan nominee-nominee dan membukakan akun nominee di perusahaan sekuritas dan menunjuk perusahaan-perusahaan sekuritas.
Selanjutnya tersangka JS melaksanakan instruksi penetapan harga dan transaksi jual dan beli saham pada akun Rekening Dana Nasabah (RDN) nominee, baik pada transaksi direct maupun reksadana yang kemudian dibeli oleh PT Asabri sebagai hasil manipulasi harga.
Tersangka JS kemudian menampung dana hasil keuntungan investasi dari PT Asabri pada nomor rekening atas nama beberapa staf saham tersangka Bentjok untuk selanjutnya melakukan transaksi keluar masuk dana untuk kepentingan pribadi.
Transaksi itu dilakukan dengan cara menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan dan membelanjakan uang hasil tindak pidana korupsi serta perbuatan lain yang termasuk dalam skema tindak pidana pencucian uang.
Atas perbuatan tersebut, Kejagung menyangka JS melanggar sangkaan kesatu, primer; Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Subsidairnya, Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Kemudian sangkaan kedua, pertama; Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP; atau kedua; Pasal 4 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.