Denpasar,Gatra.com - Pengusaha tahu dan tempe dijepit dari dua arah. Mereka mengalami kesulitan dalam memasarkan produknya disisi lain mereka juga kesulitan membeli bahan baku karena harga naik tinggi.
"Harga kedelai impor naik dari Rp6.750 menjadi Rp9.750 perkilonya untuk kedelai merek Siip dari PT. Sari Agrotama Persada.Sedangkan kedelai import merek Bola dari PT Gerbang Utama sebelumnya Rp6.800 saat ini Rp10.000 perkilonya. Bisa dikatakan kenaikan harga bahan baku sangat tinggi," jelas Ketua PUSKOPTI (Pusat Koperasi Pengusaha Tahu Tempe Indonesia) Bali, H.Sutrisno,saat ditemu disalah satu usaha tahu dan tempe di Jalan Gunung Tangkuban Prahu No 73 daerah Padang Sambian,Kota Denpasar,Provinsi Bali,Selasa,(16/2).
Akibat kenaikan harga bahan baku sejak tiga bulan lalu, produksi perajin turun hingga 50 persen. Sutrisno menambahkan,dilihat dari serapan tenaga kerja sangat banyak sebelum pandemi yaitu 3840 orang. Saat ini menurun sebesar 30 persen.
"Rata-rata konsumen tidak mau harga tahu tempe naik. Saat ini yang bisa dilakukan dengan cara mengurangi ukuran. Jika sebelumnya satu kilo kedelai dijadikan 10 tempe, saat ini dijadikan 12 tempe. Jadi volume atau ukuranya lebih ditipiskan serta dikecilkan," ujarnya.
Sebagian besar anggota masih memanfaatkan kedelai import bukan bearti kedelai lokal kalah kualitasnya. Malah sebaliknya, kedelai lokal kualitasnya lebih gurih rasanya ketimbang kedelai import.Akan tetapi,saat ini untuk mendapatkan bahan baku kedelai lokal sangat sulit.
"Kedelai lokal tidak ada, karena petani sendiri ogah menanamnya atau bisa disebut produksi sangat kecil, padahal dari segi kualitas kedelai lokal sangat bagus," paparnya.
"Pertama kondisi ekononi telah merosot,apa lagi di Bali sangat terasa sekali.Yang membuat anggota merasa sangat berat.Yang terpenting saat ini bisa bertahan hidup saja sudah bersyukur," ucapnya.
Sutrisno berharap kepada Pemerintah, bagaimana agar tata niaga penjualan kedelai dapat ditangani oleh pemerintah dengan baik setidaknya harga bisa stabil kembali.