Home Hukum Kasus yang Menimpa Dino Djalal Momentum Berangus Mafia Tanah

Kasus yang Menimpa Dino Djalal Momentum Berangus Mafia Tanah

Jakarta, Gatra.com – Kasus perubahan sertifikat rumah milik ibu dari mantan Duta Besar (Dubes) Republik Indonesia untuk Amerika Serikat (AS), Dino Patti Djalal, yang ditangani Polri harus menjadi momentum untuk memberangus mafia tanah.

Anggota Komisi II DPR RI, Guspardi Gaus, dilansir Antara pada Senin (15/2), menyampaikan, Polri harus mengusut tuntas semua pihak yang terlibat dalam kasus ini, termasuk jika ada keterlibatan oknum BPN.

"Pihak kepolisian harus turun tangan mengusut tuntas kasus ini. Tidak sekadar menangkap aktor atau dalang di balik kasus tanah yang dilaporkan Pak Dino," ujar legislator dari komisi yang membidangi soal agraria tersebut.

Menurutnya, kasus yang menimpa ibunda Dino Pati Djalal tersebut merupakan preseden buruk kementerian yang membidangi soal tanah. Terlebih, kasus tanah ini kerap menimpa baik pejabat hingga rakyat kecil.

Guspardi melanjutkan, ini menunjukkan manajemen di kementerian atau badan terkait sangat buruk dan perlu dievaluasi agar peristiwa seperti ini tidak terjadi lagi.

Legislator dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) itu menyampaikan, kasus penyerobotan lahan atau tanah serta sertifikat ganda ibarat fenomena gunung es. Ia meminta Kementerian ATR/BPN agar mencari solusi untuk menyelesaikannya.

"Artinya, BPN perlu melakukan pembenahan secara menyeluruh dari sistem pertanahan selama ini," ujarnya.

Sementara itu, Komisioner Ombudsman RI, Dadan Suparjo Suharmawijaya, berpendapat bahwa kasus yang menimpa Dino Patti Djalal harus dicermati secara detail untuk mencari cara agar kasus serupa tidak terulang.

Salah satu caranya, ungkap Dadan, harus ada pengamanan berlapis, baik di Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) maupun di internal kantor pertanahan setempat dalam hal klarifikasi data para pihak.

“Memang mungkin ulah dari mafia tanah, dilihat dari modusnya, ini kan kriminal, ada dugaan pemalsuan dan berantai sampai ke Kementerian ATR BPN. Kemungkinannya dua, yakni keteledoran, atau memang persekongkolan,” katanya.

BPN, lanjut Dadan, menerima berkas permohonan dari PPAT/Notaris yang berhubungan dengan para pihak. Namun diduga tidak ada pemeriksaan ulang, atau sekadar pemeriksaan formalitas.

“Jika memang ada oknum-oknum di pemerintahan atau dugaan persekongkolan, harus dibuktikan oleh penegak hukum, dalam hal ini kepolisian. Pak Menteri Sofyan kan sudah bilang komitmenya berantas, tapi hanya menyasar PPAT saja, kalau PPAT saja, kalau terbukti katanya mau dipecat,” ujarnya.

Menurut Dadan, langkah itu masih kurang dan harus dilanjutkan dengan menerjunkan tim yang sudah ada, seperti inspektorat untuk melakukan pemeriksaan, baik di internal ATR/BPN maupun ke PPAT.

“Baik keteledoran, maupun persekongkolan, dua-duanya salah, tapi kalau persekongkolan kan disengaja, hukumannya seharusnya lebih berat atau setimpal dibandingkan keteledoran, makanya perlu ada pembuktian, karena ini merugikan masyarakat,” katanya.

Ia meminta setiap permohonan pertanahan, seharusnya sudah clear atau jelas. Sebab, baik PPAT dan BPN punya kewenangan mengklarifikasi berkas-berkas.

Sebaliknya, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), mengakui bahwa pemalsuan adalah di antara 185 kasus yang ditangani dalam periode 2018-2020. Kasus-kasus tersebut terindikasi mafia tanah.

Berbagai kasus yang terindikasi mafia tanah tersebut, di antaranya juga pemalsuan dokumen, surat keterangan tanah, perubahan batas tanah, dan lain sebagainya.

“Kita dari 2018, 2019, 2020 menangani ada 185 kasus-kasus pertanahan yang terindikasi pidana, indikasi adanya mafia tanah di situ, kita tangani dan kita selesaikan,” kata Agus Widjayanto, Direktur Jenderal Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan, Kementerian ATR/BPN, dalam konferensi pers virtual, Kamis lalu (11/2).

595