Karanganyar, Gatra.com- Situs Perjanjian Giyanti di Kelurahan Jantiharjo, Karanganyar, Jawa Tengah mendesak ditata. Cagar budaya tersebut tak boleh diselewengkan menjadi tempat pesugihan apalagi maksiat.
Hal itu ditegaskan Bupati Karanganyar Juliyatmono dalam acara napak tilas Perjanjian Giyanti ke-266, Sabtu (13/2). Acara tahunan itu dihadiri GKR Mangkubumi, putri sulung Raja Keraton Yogyakarta Sri Sultan HB X.
"Ojo diangker-angkerke. Ojo diwingit-wingitke. Dudu panggonan golek pesugihan (Jangan dibikin angker. Jangan dibikin seram. Ini bukan tempat mencari pesugihan). Ini adalah tempat berembuk pada zaman dulu saat menandai Perjanjian Giyanti," katanya.
Situs tersebut dikelilingi pagar tembok berwarna putih. Terdapat pintu masuk dengan tulisan di atasnya Perjanjian Giyanti 13.2.1755. Di dalamnya tumbuh beberapa pohon dengan batang menjulang tinggi dan akar membuncah dari tanah. Situs ini ditetapkan cagar budaya oleh pemerintah.
Dikutip dari laman situs https://www.karanganyarkab.go.id/20111219/situs-purbakala-giyanti/ Perjanjian Giyanti adalah kesepakatan antara VOC, pihak Mataram (diwakili oleh Sunan Pakubuwana III), dan kelompok Pangeran Mangkubumi. Kelompok Pangeran Sambernyawa tidak ikut dalam perjanjian ini.
Perjanjian yang ditandatangani pada bulan 13 Februari 1755 ini secara de facto dan de jure menandai berakhirnya Kerajaan Mataram yang sepenuhnya independen. Nama Giyanti diambil dari lokasi penandatanganan perjanjian ini, yaitu di Desa Giyanti (ejaan Belanda, sekarang tempat itu berlokasi di Dukuh Kerten, Desa Jantiharjo), di tenggara Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah.
Berdasarkan perjanjian ini, wilayah Mataram dibagi dua yakni wilayah di sebelah timur Kali Opak (melintasi daerah Prambanan sekarang) dikuasai oleh pewaris tahta Mataram (yaitu Sunan Pakubuwana III) dan tetap berkedudukan di Surakarta, sementara wilayah di sebelah barat (daerah Mataram yang asli) diserahkan kepada Pangeran Mangkubumi sekaligus ia diangkat menjadi Sultan Hamengkubuwana I yang berkedudukan di Yogyakarta. Di dalamnya juga terdapat klausul, bahwa pihak VOC dapat menentukan siapa yang menguasai kedua wilayah itu jika diperlukan.
Lebih lanjut Juliyatmono mengatakan, ia menyepakati pembuatan destinasi wisata pendidikan di Situs Perjanjian Giyanti. Apalagi masyarakat setempat siap mendukungnya dengan kuliner khas Jantiharjo, yakni arum manis.
"Situs ini layak menjadi destinasi wisata edukasi. Bisa mendatangkan wisatawan mancanegara, terutama dari Belanda. Tentunya akan didesain sedemikian rupa dengan para stakeholder dari DIY," katanya.