Jakarta, Gatra.com - Dalam upaya pengendalian pandemi COVID-19, pemerintah berupaya melakukan berbagai cara. Salah satunya dengan menghimbau masyarakat untuk patuh protokol kesehatan 3M (Memakai masker, Mencuci tangan, dan Menjaga jarak) dan melakukan 3T (Testing, Tracing, dan Treatment).
Intervensi kesehatan untuk mempercepat pengendalian juga diupayakan melalui vaksinasi demi mencapai kekebalan kelompok dengan target sasaran 181,5 juta penduduk. Juru Bicara Pemerintah untuk Vaksinasi dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Siti Nadia Tarmizi, menyampaikan jika gerakan 3M dan 3T harus terus digalakan meski ada vaksinasi massal. "Kita cukup bahagia hari ini kita bisa memvaksinasi tenaga kesehatan sampai 1 juta lebih. Untuk menekan pandemi COVID-19 pemerintah tidak hanya menghimbau melalui penegakan disiplin 3M namun juga memperkuat 3T," terangnya, dalam Dialog bertema '3M 3T: Jurus Jitu Atasi Pandemi' yang diselenggarakan KPCPEN, Jakarta, Kamis (11/2).
Lebih lanjut, Nadia menjelaskan, jika Kemenkes punya 630 laboratorium untuk pemeriksaan PCR meski tak merata di wilayah Indonesia. Namun ia mengklaim jika pihaknya sudah meningkatkan screening Covid-19 dengan Rapid Antigen. "Saat ini kita sudah punya 630 laboratorium pemeriksa tes PCR, tapi ini tidak merata di seluruh Indonesia, sehingga kita harus meningkatkan tes kita. WHO sendiri sudah merekomendasikan screening menggunakan tes rapid Antigen untuk mendiagnosa COVID-19," tegasnya.
Tujuan penggunaan tes rapid Antigen ini membantu secara cepat mendeteksi penularan dan dengan begitu pemerintah bisa dengan cepat menelusuri kontak-kontak pasien.
"Sehingga kasus bisa ditemukan lebih dini dan penanganan juga dilakukan lebih dini. Dengan rapid Antigen ini apabila hasilnya positif seharusnya sudah bisa melakukan isolasi mandiri, sambil menunggu hasil tes PCR," ujar Nadia.
Ahli Epidemiologi FKM UI Syahrizal Syarif, menjelaskan jika Rapid Antigen yang direkomendasikan WHO memang lebih ampuh dalam menemukan jejak RNA Covid-19 di dalam pernapasan. "Tes rapid Antigen memang disetujui WHO sebagai alat diagnosis dalam keadaan tertentu, sensitivitasnya juga di atas 80% dan spesifitas di atas 97%. Saya memandang ini suatu terobosan Kemenkes," ucap Syahrizal.
"Saya mendukung langkah pemerintah memberlakukan tes rapid Antigen sebagai alat diagnostik. Situasi ini memang akan meningkatkan laporan kasus, namun seperti kata Menteri Kesehatan, kita jangan panik kasus harian kita nanti meningkat," tambahnya.
3T yang selama ini digaungkan, kata Syahrizal, memang harus menyentuh Puskesmas juga sebagai garda depan di tiap kelurahan atau pedesaan dan juga kecamatan.
"Strategi melakukan tes dengan lebih cepat itu sangat bagus, karena kalau tidak menemukan kasus secepat mungkin maka wabah tidak cepat bisa dikendalikan. Kuncinya bukan sekadar puskesmas memiliki tes rapid Antigen tapi bagaimana puskesmas juga mampu menelusuri kontak dengan baik," paparnya.
Di sisi lain, Nadia menyebut jika 3M dan 3T sebenarnya berhubungan dalam mencegah dan mendeteksi Covid-19. Untuk itu, ia meminta agar masyarakat masih terus menaati 3M dan 3T yang diterapkan pemerintah.
"Sebenarnya 3M dan 3T ini saling berhubungan dan berkesinambungan. Maka 3M dan 3T serta vaksinasi ini harus dilakukan bersama," tukas Nadia.