Jakarta, Gatra.com - Lembaga Sensor Film (LSF) melaporkan telah melakukan sensor terhadap 39.863 film dan iklan sepanjang tahun 2020. Dari jumlah tersebut, sensor yang diperuntukan untuk televisi menjadi mayoritas dengan presentase 95,99 persen.
Ketua LSF, Rommy Fibri Hardianto menyatakan dari jumlah 39.863 tersebut, belum seluruh film dan iklan yang beredar di Indonesia disensorkan. Padahal sesuai amanat UU Perfilman, setiap film dan iklan yang diedarkan harus memperoleh Surat Tanda Lulus Sensor (STLS).
"Makanya di tahun 2021, LSF akan menyelenggarakan program sensor mandiri. Nantinya seluruh komponen bangsa bisa menyebarkan informasi dan publik mampu memilah dan memilih tontonan sesuai klasifikasi usia. Targetnya, hal ini dapat menjadi Gerakan Nasional Budaya Sensor
Mandiri," kata Rommy dalam Taklimat Media di Jakarta, Kamis (11/2).
Rommy juga mengatakan, tuntutan di era digital saat ini, masyarakat memiliki banyak alternatif untuk mengakses konten film, terutama yang berbasis pada jaringan informatika, baik berupa layanan Over the Top (OTT) maupun Video on Demand (VoD). Untuk itu, sepanjang tahun 2020, LSF juga menyensor tayangan di jaringan informatika sebanyak 599 judul dalam platform tersebut
"Untuk jaringan informatika ada Disney, Maxstream, Netflix, termasuk ada yang dari YouTube juga, jumlahnya untuk jaringan informatika sebanyak 599 sepanjang tahun 2020," ujarnya.
Sementar itu, beberapa poin yang menjadi perhatian LSF dalam mengkaji suatu film, di antaranya pornografi, harkat dan martabat, penodaan atau penistaan agama, pelanggaran hukum, serta apakah mengandung sensitivitas masyarakat, tema dewasa atau remaja, audio, dan teks terjemahan.
"Barulah nanti ditentukan penggolongan usia penonton, ada semua umur, 13 tahun ke atas, ada yang 17 tahun ke atas, ada yang 21 tahun ke atas," pungkasnya