Jakarta, Gatra.com - Pandemi Covid-19 telah secara signifikan mengubah pola hidup masyarakat. Selain terjadi pembatasan aktivitas, kajian terbaru juga menunjukkan bahwa ada peningkatan penggunaan dan konsumsi air bersih oleh masyarakat umum.
Kajian dari Indonesia Water Institute (IWI), menunjukkan, pemakaian air bersih meningkat hingga tiga kali lipat dari kondisi normal. Kajian yang melibatkan 1.296 responden ini dilakukan sepanjang 15 Oktober hingga 12 November 2020.
Pendiri IWI, Firdaus Ali, menyampaikan, dari total responden tersebut, 52 persen menggunakan air pipa sebagai sumber air bersih, dan 45 persen menggunakan sumber air tanah, air sungai, air perpipaan, air olahan, dan air minum dalam kemasan secara bersamaan sebagai sumber air alternatif.
Selain itu, 67 persen responden melakukan peningkatan aktivitas mencuci tangan menjadi lebih dari 10 kali sehari atau lima kali lipat dari kondisi normal. 65 persen responden juga melakukan peningkatan aktivitas mandi menjadi lebih dari tiga kali sehari atau tiga kali lipat dari kondisi normal.
Banyak masyarakat yang khawatir dengan risiko tertular Covid-19, kata Firdaus dalam webinar Pola Konsumsi Air Bersih Masyarakat Selama Pandemi Covid-19, Kamis (11/2).
Dalam catatan IWI, pada 2013, kebutuhan air untuk mandi per orang mencapai 50-70 liter per hari. Sementara di masa pandemi Covid-19, penggunaan per orang meningkat menjadi 150-210 liter per hari. Sedangkan penggunaan air untuk cuci tangan per orang naik dari 4-5 liter menjadi 20-25 liter per hari.
Riset IWI juga menunjukkan bahwa 65 persen pengguna air tanah dalam kondisi pandemi beralih menggunakan air minum dalam kemasan (AMDK) dan air perpipaan sebagai sumber air bersih untuk kebutuhan sehari-hari. Peningkatan pengeluaran kebutuhan air meningkat berkisar hingga lima kali lipat.
"Berbagai peningkatan yang terlihat dari hasil riset ini penting untuk kita cermati. Sebab, saat ini kita masih terkendala untuk menyiapkan air bersih, terutama untuk perpipaan," ujar dia.
Menurut Firdaus, saat ini cakupan air bersih perpipaan masih di bawah 25 persen. Hal ini terkait dengan masalah air baku, kapasitas fiskal pemerintah daerah, hingga tingkat kebocoran yang masih tinggi. Dia menambahkan, sektor swasta juga perlu berperan lebih besar untuk membantu memberikan layanan publik yang baik.