Semarang, Gatra.com- Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo menanggapi santai permintaan maaf penerbit PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri Solo.
Permintaan maaf ini terkait penyebutan nama Ganjar dalam soal buku ajar Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti terbitan PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri yang ramai diperbincangkan di media sosial.
Di soal dalam buku yang ditulis Ali Sodiqin itu, terdapat nama Ganjar yang dijadikan perumpamaan dalam soal disebut sebagai orang yang tidak taat beragama. Sebab, Ganjar tidak pernah bersyukur, tidak pernah berkurban saat Idul adha dan tidak pernah salat.
PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri pun mengirimkan surat secara langsung kepada Gubernur Jateng Ganjar Pranowo yang mengaku khilaf dan meminta maaf serta berjanji akan memperbaiki.
Ganjar menyatakan sudah mendapat kabar adanya surat dari PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri tersebut, tapi belum membaca karena sedang ada acara di luar.
“Saya tadi dikabari (adanya surat dari PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri) , tapi saya belum baca suratnya. Informasinya minta maaf begitu,” katanya, Rabu (10/2).
Menurut Ganjar, sebenarnya tidak memperpanjang persoalan itu, karena dianggap hal biasa saja sehingga tidak mempermasalahkan.
Penulisan nama Ganjar dalam soal tersebut, intreprestasinya bisa macam-macam belum tentu mengarahkan sebagai Gubernur Jateng. “Saya biasa saja, belum tahu klarifikasi langsung dari penerbit. Nama Ganjar itu juga intepretasinya bisa macam-macam kan,” ujarnya.
Orang nomor satu di Pemprov Jateng ini berharap tidak ada niat buruk dari penerbit untuk mendiskreditkan namanya dari kasus tersebut, serta meminta masyarakat bisa saling menjaga satu sama lain. “Mudah-mudahan tidak ada niat buruk, agar semuanya bisa saling menjaga. Kalau saya sih biasa saja,” kata Ganjar.
Meskipun Ganjar tidak mempermasalahkan karena belum tentu yang dimaksud buku tersebut dirinya, Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) tetap 'ngamuk'. Ketua Umum DPP GMNI, Arjuna Putra Aldino meminta Presiden Joko Widodo mengevaluasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang menurutnya telah kecolongan dengan membiarkan dunia pendidikan mengalami politisasi.
Menurut dia, kasus soal pada Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti yang nama Ganjar tidak pernah bersyukur bahkan tidak pernah salat dan berkurban ada unsur politik.
“Ini tragedi yang menyedihkan di dunia pendidikan, karena bukan satu kali ini saja. Dulu ada soal ujian sekolah yang sandingkan nama Gubernur Anies dan Ibu Megawati. Ini politisasi yang parah, tidak layak terjadi di dunia pendidikan,” ujar Arjuna dalam siaran pers.
Kasus masuknya muatan-muatan politik dalam buku pelajaran dan soal ujian menunjukkan bahwa kontrol dan pengawasan terhadap konten/isi pembelajaran yang dilakukan oleh Kemendikbud sangat lemah.