Jakarta, Gatra.com - Provinsi Riau jadi pilot project program santripreneur khusus kelapa sawit yang digagas oleh Wakil Presiden, Ma'ruf Amin Oktober tahun lalu.
Tahun ini ada 4 item penting yang bakal segera dijalankan. Pertama menyiapkan lima Pondok Pesantren (Ponpes) di masing-masing kabupaten, untuk menangkar bibit kelapa sawit.
"Masing-masing pondok menangkar 50 ribu bibit," cerita Ketua DPP Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo), DR (c) Gulat Medali Emas Manurung, saat berbincang dengan Gatra.com, kemarin. Apkasindo sendiri kata Gulat sengaja ditunjuk oleh Wapres untuk menjadi pendamping program santripreneur itu.
Lantas, 60 santri juga akan dikirim mengikuti pendidikan vokasi melalui beasiswa sawit. Ada yang D1 pembibitan, D3 perawatan dan S1 pengolahan.
Ponpes di Riau juga akan punya lahan kelola sekitar 10 ribu hektar. Lahan itu bersumber dari lahan Hak Guna Usaha (HGU) yang sudah habis masa berlakunya.
Dan terakhir, tahun depan, diharapkan Himpunan Alumni Pondok Pesantren se-Riau sudah bisa mendirikan Pabrik Kelapa Sawit (PKS) berkapasitas 60 ton perjam.
Kalau semua program ini kelak berjalan, ini berarti Ponpes yang ada di Riau sudah naik kelas.
Ponpes tidak lagi pusing mencari duit untuk menutupi biaya operasional Ponpes. Sebab sudah ada duit mengucur dari hasil sawit.
Ponpes juga sudah tidak akan berpikir ulang untuk menampung anak-anak miskin pedesaan menjadi santri lantaran operasional Ponpes sudah mumpuni.
"Ponpes itu enggak sama dengan pendidikan umum. Ponpes itu lembaga pendidikan dan pemberdayaan, dia mandiri. Dia juga menjadi alternatif pendidikan bagi masyarakat miskin yang ada di sekitarnya," cerita asisten staf khusus Wapres, DR. Tri Chandra Aprianto, saat berbincang dengan Gatra.com, kemarin.
Nah, sekarang kata Tri, jaman dan situasi sudah jauh berbeda, mau enggak mau dalam kemandiriannya Ponpes musti mengikuti perubahan jaman itu.
"Di Riau, lantaran Ponpes yang ada di sana lahir di lingkungan sawit, tentu, akan bersentuhan pula dengan sawit. Itulah makanya kita sandingkan Ponpes yang ada di sana dengan sawit, santripreneurnya di sawit," katanya.
Misalnya untuk penyediaan bibit sawit bagi program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) yang ada di Riau. Lantaran para santri enggak punya ilmu tentang sawit, santri tentu harus ikut pendidikan vokasi sawit.
Kalau kelak Ponpes terlibat jauh di sektor sawit, bagi Tri justru enggak jadi masalah, malah makin bagus. Sebab Ponpes punya jejaring yang sangat kuat, dia terorganisir.
"Kalau misalkan Ponpes punya refinery minyak goreng, hasil produksinya bisa langsung didistribusikan ke semua Ponpes yang ada. Ini tentu akan lebih memperkuat kemandirian Ponpes itu. Tinggal lagi Ponpesnya dibekali ilmu manajerial pemasaran," ujarnya.
Satu hal yang paling penting dari semakin menguatnya kemandirian Ponpes kata Tri, Ponpes yang selama ini ikut menjaga NKRI itu, akan semakin jauh dari isu radikalisme.
"Satu dekade ini isu radikalisme itu sangat kental dan cukup mengganggu. Kalau Ponpes sudah bisa mandiri dari hasil enterpreneurnya, Ponpes akan sangat sulit tergoda dengan hal apapun dari luar," ujarnya.
Abdul Aziz