Pekanbaru, Gatra.com - Lelaki 41 tahun ini tak tahu lagi harus bilang apa setelah petugas program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) di Dinas Perkebunan Riau menolak usulan mereka untuk ikut program prioritas Presiden Jokowi itu Oktober tahun lalu.
Usulan tadi ditolak bukan lantaran berkas usulan petani kelapa sawit yang tergabung dalam Kelompok Tani (Poktan) Siabu Sejahtera di Desa Siabu Kecamatan Salo, Kabupaten Kampar, Riau, ini tidak lengkap.
Tapi setelah dicek oleh petugas ke lapangan, lahan yang dijejali oleh pohon kelapa sawit yang sudah uzur itu, ternyata berada dalam kawasan hutan. "Inilah yang membuat kami kaget," cerita Syafrudin kepada Gatra.com, Sabtu (6/2).
Padahal kata Ketua Poktan Siabu Sejahtera ini, lahan petani seluas 140 hektar itu yang diusulkan itu adalah lahan transmigrasi pertama di Riau, tahun 1962 meski kemudian sertifikat tanah warga transmigrasi ini baru keluar tahun 1985.
"Waktu itu kakek istri saya, Mbah Suwarno dikirim oleh pemerintah Soekarno menjadi warga transmigrasi ke Desa Siabu bersama 79 kepala keluarga lainnya. Kebetulan kakek istri saya dari Surabaya Jawa Timur (Jatim)," terangnya.
Jaman itu kata Syafrudin, pola transmigrasi belum seperti jaman Soeharto yang langsung dibekali rumah untuk tempat tinggal.
"Kakek kami bersama warga lain hanya dibangunkan barak panjang di desa yang masih hutan lebat," ujarnya.
Untuk melanjutkan kehidupan kata Syafrudin, para warga transmigrasi ikut program Smallholder Rubber Development Project (SRDP). Tapi sayang, tanaman karet diserang jamur.
"Tahun '90, tanaman karet ditebang dan diganti kelapa sawit. Tanaman inilah yang kemudian kami usulkan ikut program PSR. Meski kami sudah sodorkan Sertifikat Hak Milik (SHM) lahan, tetap saja ditolak," keluh Syafrudin.
Abdul Aziz