Jakarta, Gatra.com - Pandemi COVID-19 sudah berlangsung lebih dari 10 bulan, tetapi angka kejadian penyakit dan angka kematian masih terus meningkat.
Hal tersebut karena belum terbentuknya herd immunity atau kekebalan kelompok demi memutus mata rantai virus SARS-CoV-2 yang tergolong sebagai virus baru. Beberapa negara telah melakukan program vaksinasi, demikian juga Indonesia.
Pada Rabu, 13 Januari lalu, Presiden RI Joko Widodo menjadi orang pertama yang disuntik vaksin CoronaVac. Empat belas hari kemudian, pada Rabu, 27 Januari, dilakukan penyuntikan dosis kedua. Penyuntikan dosis pertama dilakukan dengan tujuan mengenalkan vaksin dan kandungan yang ada di dalamnya kepada sistem kekebalan tubuh.Adapun penyuntikan dosis kedua yang dilakukan 14 hari setelah penyuntikan dosis pertama, bertujuan menguatkan respons imun yang telah terbentuk.
Kepala Badan POM RI, Penny K. Lukito, bersama jajaran pejabat negara, antara lain Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto, Kepala Kepolisian RI Jenderal Pol. Idham Azis, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, dan Sekretaris Jenderal MUI Amirsyah Tambunan, juga mendapatkan suntikan vaksin yang sama.
Tentu saja sebelum disuntikkan, vaksin CoronaVac produksi Sinovac Life Sciences Co. Ltd Beijing China bekerja sama dengan PT. Bio Farma tersebut, telah mengantongi izin penggunaan dalam kondisi darurat (Emergency Use Authorization/EUA) dari Badan POM yang diterbitkan pada 11 Januari. Dalam kondisi normal, pengembangan vaksin membutuhkan waktu lama.
Namun dalam kondisi kedaruratan kesehatan, WHO dan badan regulatori obat di seluruh dunia membuat fleksibilitas dalam regulasi perizinannya. Meski demikian, harus tetap ada jaminan bahwa vaksin yang digunakan aman, berkhasiat, dan bermutu.
“Badan POM menjamin keamanan, khasiat, dan mutu vaksin CoronaVac,” Kepala Badan POM menegaskan dalam talk show Gatra Bicara pada Rabu, 20 Januari lalu. Pengawalan vaksin dimulai dari uji klinik. Badan POM memberikan Persetujuan Pelaksanaan Uji Klinik sebelum uji klinik dimulai dan melakukan inspeksi untuk memastikan bahwa uji klinik dilaksanakan sesuai standar Cara Uji Klinik yang Baik serta integritas data dijaga.
Selain Badan POM, uji klinik juga diawasi oleh Komite Etik Penelitian dan Data Safety Monitoring Board. Data uji klinik diperlukan untuk pembuktian khasiat dan keamanan vaksin. Untuk memastikan bahwa vaksin memenuhi standar mutu, dilakukan evaluasi dan inspeksi Cara Pembuatan Obat yang Baik ke sarana produksi.
“Badan POM telah melakukan inspeksi langsung ke sarana produksi vaksin CoronaVac, yaitu fasilitas Sinovac Life-Science di Beijing pada akhir Oktober 2020, untuk memastikan proses pembuatan vaksin memenuhi ketentuan Cara Pembuatan Obat yang Baik,” tutur Kepala Badan POM.
“Badan POM menerapkan independensi, transparansi, dan integritas dalam pemberian EUA,” Kepala Badan POM kembali menegaskan. “Keputusan pemberian EUA diambil berdasar hasil pembahasan bersama Anggota Komite Nasional Penilai Obat, tim ahli dalam bidang imunologi, Indonesian Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI), dan Ahli Epidemiologi,” ujarnya.
Pengambilan keputusan dilakukan berdasar hasil evaluasi dan diskusi komprehensif terhadap data dukung dan bukti ilmiah penunjang aspek keamanan, khasiat, dan mutu vaksin, serta pertimbangan manfaat yang lebih besar daripada risiko.
“Persetujuan EUA CoronaVac diberikan Badan POM dengan merujuk pada panduan WHO. Data minimal yang dibutuhkan dalam pemberian EUA vaksin adalah data uji klinik fase satu dan dua dengan pemantauan enam bulan untuk menunjukkan keamanan dan imunogenisitas vaksin; data uji klinik fase tiga dengan interim analisis pemantauan tiga bulan untuk menunjukkan keamanan, imunogenisitas, dan efikasi vaksin; dan data mutu lengkap dengan stabilitas minimal tiga bulan,” tutur Kepala Badan POM.
Data keamanan vaksin Coronavac diperoleh dari uji klinik fase 3 di Indonesia, Turki, dan Brazil yang dipantau sampai periode tiga bulan setelah penyuntikan dosis yang kedua. Secara keseluruhan, Presiden Joko Widodo menerima suntikan vaksin COVID-19 tahap pertama (13/01/21) data menunjukkan vaksin Coronavac aman dengan kejadian efek samping yang ditimbulkan bersifat ringan hingga sedang, yaitu efek samping lokal berupa nyeri, indurasi (iritasi), kemerahan, dan pembengkakan. Selain itu, ada efek samping sistemis berupa myalgia (nyeri otot), fatigue, dan demam.
Untuk evaluasi khasiat/efikasi vaksin CoronaVac, Badan POM menggunakan data hasil pemantauan dan analisis uji klinik di Indonesia, dengan mempertimbangkan hasil uji klinik di Brazil dan Turki. Vaksin CoronaVac telah menunjukkan kemampuan dalam membentuk antibodi dalam tubuh dan kemampuan antibodi dalam membunuh atau menetralkan virus (imunogenisitas), yang dilihat mulai uji klinik fase 1 dan 2 di Tiongkok dengan periode pemantauan sampai enam bulan.
Pada uji klinik fase 3 di Bandung, data imunogenisitas menunjukkan hasil baik pada 14 hari setelah penyuntikan. Hasilnya, seropositif (kemampuan vaksin membentuk antibodi) sebesar 99,74% dan pada tiga bulan setelah penyuntikan, hasil seropositif sebesar 99,23%.
Hal tersebut menunjukkan, sampai tiga bulan jumlah subjek yang memiliki antibodi masih tinggi, yaitu sebesar 99,23%. Hasil analisis terhadap efikasi vaksin CoronaVac dari uji klinik di Bandung menunjukkan efikasi vaksin sebesar 65,3%.
Hal tersebut menunjukkan harapan bahwa vaksin mampu menurunkan kejadian penyakit COVID-19 hingga 65,3%. Hasil tersebut sudah sesuai dengan persyaratan WHO, yakni minimal efikasi vaksin sebesar 50%. Setelah menerbitkan EUA vaksin CoronaVac dari Sinovac pada 11 Januari 2021, Badan POM terus melakukan pengawalan di setiap jalur distribusi, mulai keluar dari industri farmasi hingga digunakan dalam pelayanan vaksinasi kepada masyarakat.
Penerapan Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) harus dilakukan di sepanjang jalur distribusi, terlebih karena vaksin ini bersifat thermolabile, yang membutuhkan penjagaan rantai dingin, yaitu suhu 2-8oC. Penjagaan suhu penyimpanan dan pengiriman vaksin COVID-19 ditujukan untuk mencegah terjadinya penurunan mutu vaksin yang mengakibatkan vaksin menjadi tidak bermanfaat.
“Dalam pengelolaan vaksin, hal yang paling critical adalah bangunan dan fasilitas yang digunakan dalam operasional, mengingat vaksin adalah produk rantai dingin yang harus dipertahankan mutunya pada suhu penyimpanan 2-8oC atau suhu yang dipersyaratkan,” ujar Kepala Badan POM saat konferensi pers usai melakukan pemeriksaan dalam rangka kesiapan distribusi vaksin ke Instalasi Farmasi Pemerintah (IFP) di Bandung, Jumat, 29 Januari 2021.
“Kami mendorong IFP agar konsisten memperhatikan proses pendistribusian dan pengelolaan vaksin sesuai cara yang baik (good practices) maupun SOP, panduan, pedoman yang berlaku serta dapat segera melakukan tindakan koreksi jika terdapat ketidaksesuaian,” lanjutnya. Proses pendistribusian vaksin COVID-19 dilakukan oleh PT Bio Farma ke IFP Provinsi yang selanjutnya akan didistribusikan ke fasilitas pelayanan kesehatan melalui IFP Kabupaten/Kota.
Badan POM secara proaktif memperkuat proses pengawasan distribusi vaksin melalui Unit Pelaksana Teknis (UPT) Badan POM kepada IFP di seluruh Indonesia guna memastikan mutu vaksin tetap terjaga baik hingga digunakan untuk masyarakat. Pengawasan dan pemantauan mutu vaksin tersebut dilakukan UPT Badan POM di sarana industri, distributor, instalasi farmasi provinsi, instalasi farmasi kabupaten, dan sarana pelayanan kesehatan.
“UPT Badan POM di seluruh Indonesia siap melakukan pengawalan distribusi vaksin oleh Instalasi Farmasi Pemerintah di tingkat provinsi maupun tingkat kabupaten/kota, sampai dengan diterima di fasilitas pelayanan kesehatan dan memberikan pendampingan pemenuhan penerapan aspek CDOB dan peningkatan kompetensi petugas pengelola Instalasi Farmasi Pemerintah,” Kepala Badan POM menegaskan.
Kemudian, ia berharap kepada seluruh Instalasi Farmasi Pemerintah di Indonesia agar selalu menjaga mutu vaksin selama jalur distribusi dan selalu memitigasi risiko potensi adanya penurunan mutu selama distribusi.
Apabila ditemukan ketidaksesuaian dengan standar, perlu segera dilakukan perbaikan. Setelah vaksinasi, terdapat potensi terjadinya Kejadian Ikutan Pasca-Imunisasi (KIPI). Kejadian medis yang tidak diharapkan tersebut, perlu dilaporkan kepada pengelola program imunisasi dan Badan POM sebagai otoritas obat, sehingga dapat diambil langkah tindak lanjut.
Badan POM bekerja sama dengan Komnas dan Komda KIPI, serta Kementerian Kesehatan dalam melakukan surveillance, investigasi, dan kajian KIPI, sesuai pengaturan di Permenkes Nomor 12 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Imunisasi.
"Untuk dapat keluar dari pandemi, membutuhkan kerja bersama pemerintahswasta-masyarakat guna menyukseskan program vaksinasi untuk mencapai herd immunity,” ajak Kepala Badan POM.
Keamanan dan mutu vaksin dijaga dan dikawal oleh Badan POM bersama lintas sektor terkait dan pemerintah daerah, mulai dari penelitian, produksi, peredaran, hingga fasilitas pelayanan kesehatan. Masyarakat mempunyai peran penting untuk keluar dari pandemi ini dengan percaya kepada pemerintah dan mendukung program vaksinasi, ikut divaksin, serta melaporkan jika ada KIPI untuk dapat segera dibantu.
“Setelah divaksinasi, masyarakat harus tetap menerapkan protokol kesehatan 5M: Memakai masker, Menjaga jarak, Mencuci tangan, Membatasi mobilitas, dan Menjauhi kerumunan,” demikian pesan Kepala Badan POM ketika menutup acara talk show.