Jakarta, Gatra.com - Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia, Moh Abdi Suhufan, meminta pemerintah Indonesia meningkatkan perlindungan terhadap Anak Buah Kapal (ABK) asal Indonesia yang bekerja di kapal ikan asing, khususnya Tiongkok atau Cina.
Abdi di Jakarta, Kamis (4/2), menyampaikan, pihaknya meminta agar pemerintah Indonesia meningkatkan perlindungan kepada ABK asal Indonesia di kapal asing, karena setidaknya ada 22 orang ABK WNI yang meninggal di kapal ikan berbendera Tiongkok dalam kurun waktu 2020.
Menurut Abdi, para ABK asal Indonesia yang meninggal dunia tersebut, mayoritas merupakan korban kerja paksa dan perdagangan orang. Ironisnya, proses hukum kepada pelaku dan ganti rugi berupa pemenuhan hak-hak korban tidak pernah maksimal dilakukan.
"Terdapat 22 orang Indonesia meninggal dan 3 di antaranya hilang di tengah laut dan sampai saat ini belum ditemukan," kata Abdi.
Mereka yang meninggal rata-rata karena sakit, mengalami penyiksaan, kondisi kerja yang tidak layak, dan keterlambatan penanganan.
"Fasilitas kesehatan di kapal Ikan Tiongkok sangat buruk, sehingga jika ada awak kapal yang sakit, sering kali tidak mendapat perawatan medis dan ketersediaan obat yang terbatas," ujarnya.
Korban awak kapal perikanan asal Indonesia tersebut mayoritas bekerja di kapal ikan Tiongkok yang melakukan operasi penangkapan ikan di perairan internasional atau penangkap ikan jarak jauh (distant water fishing).
“Lokus kejadian atau meninggalnya korban terjadi ketika kapal mereka sedang mencari ikan di laut Oman, Samudera Pasifik, Kepulauan Fiji, Laut Afrika, Samudera Hindia, Laut Pakistan, dan Australia," ungkap Abdi.
DWF Indonesia juga menemukan adanya praktik penyeludupan manusia yang terjadi kepada awak kapal perikanan asal Indonesia. "Mereka yang sakit dan meninggal, biasanya dipindahkan ke kapal lain karena kapal tersebut tetap melanjutkan operasi penangkapan ikan."
Pada bulan Mei 2020, seorang awak kapal perikanan Indonesia yang bekerja di kapal Tiongkok, dipindahkan ke kapal nelayan Pakistan karena sakit. “Korban akhirnya meninggal di sebuah kapal kecil milik nelayan di Karachi Pakistan," ujarnya.
Abdi menyampaikan, pada Agustus 2020, Kepolisian Daerah kepulauan Riau membongkar penyelundupan 3 jenazah awak kapal perikanan Indonesia. "Tiga orang jenazah dipulangkan tanpa prosedur resmi," katanya.
Abdi juga menyampaikan bahwa pemenuhan hak-hak korban dan proses hukum terhadap pelaku yang menyebabkan korban meninggal belum maksimal diberikan.
"Beberapa dari mereka yang meninggal, gajinya masih belum dibayarkan sepenuhnya, atau ditahan oleh pemberi kerja" kata Abdi.
Peneliti dari DFW Indonesia, Muh Arifuddin, menambahkan, dengan banyaknya kasus dan korban yang berjatuhan, pemerintah Indonesia belum melakukan aksi nyata untuk memperbaiki keadaan.
"Setiap tahun pemerintahh akhirnya sibuk mengurus ratusan bahkan ribuan awak kapal perikanan yang bermasalah di luar negeri yang sebenarnya bisa dimitigasi," ujar Arif.
DWF Indonesia telah banyak memberikan saran dan rekomendasi kepada pemerintah untuk memperbaiki keadaan ini. "Ego sektoral masih jadi masalah, tumpang tindih aturan dan minimnya pengawasan. Dalam kondisi ini, Presiden Jokowi mesti turun tangan ikut menyelesaikan."