Jakarta, Gatra.com - Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), Prof. Dr. dr. Ari Fahrial Syam, Sp.PD-KGEH, MMB, membahas penggunaan deksametason sebagai terapi untuk pasien Covid-19.
Ari di Jakarta, Rabu (3/2), menyampaikan, penggunaan deksametason untuk pasin Covid-19 tersebut dibahas dalam buku berjudul "Goresan di Tengah Kesibukan Jilid 5: Berbagai Catatan Seputar Pandemi Global Covid-19 di Indonesia".
Dalam buku karya Ari itu, menyajikan bahwa penelitian menunjukkan, deksametason terbukti efektif menurunkan angka kematian pasien-pasien Covid-19 kategori berat atau kritis.
"Namun, obat ini menimbulkan efek samping yang tidak sedikit sehingga pemberiannya harus berdasarkan resep dan arahan dokter. Ini tampaknya menjadi hal yang patut diketahui oleh masyarakat agar mereka tidak sembarang membeli dan mengonsumsi deksametason," ungkapnya.
Ia menjelaskan, buku yang diluncurkan pada Jumat kemarin ini untuk mengedukasi masyarakat dan semua pihak agar memiliki dasar pengetahuan dan pemahaman yang tepat mengenai Covid-19.
Akademisi dan praktisi klinis ini melanjutkan, pemahaman yang tepat tersebut merupakan keniscayaan agar masyarakat mampu menyesuaikan diri dengan situasi pandemi saat ini.
Ari mengungkapkan, hal tersebut yang mendorongnya untuk menulis buku "Goresan di Tengah Kesibukan Jilid 5: Berbagai Catatan Seputar Pandemi Global Covid-19 di Indonesia".
Selain itu, buku ini ditulis atas keprihatinnya terkait infeksi Covid-19 yang pertama kali ditemukan di Wuhan, Cina, pada akhir tahun 2019, yang terus menyebar pesat ke seluruh dunia hingga mendorong WHO untuk menyatakan situasi ini sebagai pandemi.
"Di Indonesia, pemerintah mengumumkan kasus positif Covid-19 untuk pertama kalinya di bulan Maret 2020. Sejak saat itu, perubahan dalam berbagai aspek kehidupan terjadi dan masyarakat didorong untuk beradaptasi," katanya.
Profesor yang juga Dokter Spesialis Penyakit Dalam ini, melanjutkan, buku "Goresan di Tengah Kesibukan Jilid 5: Berbagai Catatan Seputar Pandemi Global Covid-19 di Indonesia” berisi kumpulan tulisan opininya mengenai pandemi Covid-19 di Indonesia pada tahun 2020.
Salah satu topik yang dibahas dalam buku ini, adalah mengenai bahaya infeksi Covid-19 sebagai “great imitator”. Infeksi SARS-CoV-2, virus penyebab Covid-19, ternyata menimbulkan manifestasi klinis yang beragam.
Sebagian besar penderita Covid-19 memang mengalami gejala saluran pernapasan, seperti batuk, pilek, atau demam, tetapi tidak sedikit penderita yang mengalami gejala di organ lain, seperti saluran pencernaan, bahkan mata dan kulit.
Selain dari sisi medis, buku ini juga membahas sisi politik penanganan pandemi Covid-19. Dalam buku ini dijelaskan berbagai upaya dan kebijakan pemerintah untuk mengendalikan penyebaran virus corona, seperti Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan penerapan protokol kesehatan, serta dilema dan tantangan yang dihadapi dalam penerapan kebijakan-kebijakan tersebut.
Buku ini juga mengajak pembaca untuk mengenal konsep "new normal” dan “herd immunity”. Istilah new normal menjadi penting untuk dipahami, mengingat masih banyak masyarakat yang beranggapan bahwa “new normal” berarti “sudah normal”.
"Anggapan ini membuat masyarakat lalai dalam menjalankan protokol kesehatan. Padahal, makna sebenarnya dari konsep ini adalah mengajak masyarakat untuk kembali beraktivitas secara produktif dengan tetap menjalankan protokol kesehatan," ujarnya.
Begitu pula dengan herd immunity, lanjut Ari. Istilah ini patut dipahami mengingat saat ini seluruh dunia, termasuk Indonesia sedang mencanangkan pemberian vaksin Covid-19. Pemahaman mengenai konsep herd immunity dapat membantu masyarakat menyadari pentingnya pemberian vaksin dalam mengendalikan penyebaran virus corona.
"Saya berharap kehadiran buku ini dapat menjadi sumber informasi yang tepat bagi masyarakat, baik tenaga medis maupun nonmedis dalam memahami seluk-beluk dan meluruskan berbagai mitos seputar pandemi Covid-19," katanya.
Sementara itu, Ketua Majelis Wali Amanat (MWA) UI, Saleh Husin, mengapresiasi upaya yang telah dilakukan Prof. Ari. Buku ini dapat menambah wawasan dan pemahaman masyarakat secara luas, termasuk tenaga medis terkait berbagai isu tetang pandemi Covid-19.