Beijing, Gatra.com - Sebuah studi laboratorium sampel kecil yang dirilis pada hari Selasa menunjukkan bahwa dua vaksin COVID-19 dari perusahaan China termasuk Sinopharm yang dinilai mampu memicu kekebalan terhadap varian virus korona, namun tidak efektif terhadap virus asal Afrika Selatan yang diketahui sangat mudah menular.

Dikutip Reuters, Rabu (3/2), varian virus tersebut telah menimbulkan kekhawatiran bahwa mereka mungkin melemahkan efek vaksin dan pengobatan yang dikembangkan sebelum kemunculannya.

“Dua belas sampel serum masing-masing diambil dari penerima dua vaksin yang dikembangkan oleh anak perusahaan China National Pharmaceutical Group (Sinopharm) dan satu unit Produk Biologi Zhifei Chongqing, mempertahankan aktivitas penetralan terhadap varian Afrika Selatan,” kata peneliti mereka dalam sebuah makalah.

Makalah ini ditulis oleh para peneliti dari Institut Produk Biologi Beijing yang berafiliasi dengan Sinopharm, Institut Mikrobiologi Akademi Ilmu Pengetahuan China, yang bersama-sama mengembangkan kandidat dengan unit Zhifei, dan dua agensi China lainnya.

Namun, aktivitas sampel terhadap varian tersebut lebih lemah melawan virus asli dan varian lain yang saat ini menyebar secara global, sebagaimana penjelasan dari makalah yang diterbitkan di situs web BioRxiv menjelang tinjauan sejawatnya.

“Pengurangan aktivitas harus diperhitungkan karena dampaknya terhadap kemanjuran klinis vaksin ini,” kata mereka.

Vaksin Sinopharm disetujui di China untuk penggunaan masyarakat umum dan juga digunakan di beberapa negara lain termasuk Uni Emirat Arab.

Penelitian Zhifei sedang dalam uji klinis tahap akhir di China dan luar negeri.

Data uji klinis awal pada vaksin dari Novavax Inc dan Johnson & Johnson juga menunjukkan bahwa vaksin tersebut secara signifikan kurang efektif dalam mencegah COVID-19, sebagaimana terungkap pada peserta uji coba di Afrika Selatan, di mana varian baru yang kuat tersebar luas.