Banyumas, Gatra.com – Ahli Epidemilogi Universitas Jenderal Soedirman, dr Yudhi Prabowo, M.Ph mengatakan kondisi pondok pesantren yang overcowded atau penuh sesak memicu risiko penularan massal Covid-19. Akibatnya, jumlah pasien klaster pesantren bisanya sangat banyak.
Seperti diketahui, di berbagai daerah muncul klaster pesantren dengan jumlah penderita mencapai ratusan orang per ponpes. Itu termasuk di Cilacap dan Banyumas.
Dia menjelaskan, secara umum sebagian besar asrama pesantren di Indonesia belum layak untuk menciptakan lingkungan sehat. Pasalnya, tiap kamar dengan ukuran terbatas biasanya diisi banyak santri, dengan jumlah sepuluh lebih.
“Pada umumnya, Ponnpes itu, apalagi yang ada asramanya, menginap itu kan seringkali kapasitasnya berlebihan ya, kalau menurut saya bahkan overcrowded ya. Satu kamar bisa ditempati lima atau bahkan 10 lebih santri, dalam satu ruangan,” ujarnya.
Akibatnya, saat ada satu orang terpapar penyakit menular, maka penularannya akan sangat cepat. Terlebih, Covid-19 yang media penularannya melalui droplet dan barang yang disentuh. Kondisi ini diperburuk dengan fasilitas MCK atau sanitasi yang sangat terbatas. Santri kerap bergantian menggunakan alat mandi, dan lain sebagainya. “Kondisi ini diperburuk dengan ketersediaan MCK yang terbatas jumlahnya,” ujarnya.
Yudhi Prabowo yang juga Ketua Tim Ahli Epidemiologi Satgas Covid-19 Banyumas merekomendasikan agar pesantren menerapkan closed setting atau membatasi dengan sangat ketat hubungan santri dan warga pesantren dengan dunia luar.
Ini harus dilakukan meski vaksin Covid-19 sudah mulai didistribusikan. Pasalnya, jika ada satu orang terpapar Covid-19 maka penularannya akan sangat cepat. “Vaksin itu bukan berarti pandemi akan berakhir. Jawabannya tetap pada protokol kesehatan,” ujarnya.