Mataram, Gatra.com- Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda NTB menangkap tersangka pemalsu surat keterangan bebas Covid-19, berinisial EZZ Warga Jalan Energi, Kelurahan Banjar, Kec. Ampenan, Kota Mataram.
Tersangka ditangkap, setelah ketahuan membuat rapid antigen untuk 15 orang Jamaah Tabligh yang akan menyeberang melalui Pelabuhan Lembar.
"Sudah dua bulan kita lidik, dengan berdasar laporan masyarakat bahwa beredar rapid antigen tidak sesuai aslinya alias palsu. Ini kita kembangkan setelah dapat informasi ada 15 jemaah tabligh yang akan pulang ke Gorontalo menyebrang melalui pelabuhan Lembar dan mencari rapid antigen dengan hanya membayar Rp100 ribu," jelas Dir Reskrimum Polda NTB, Kombes Pol Hari Brata kepada wartawan, Jumat (29/01).
Hari menjelaskan, rapid palsu itu dipesan Yoni Amarta Saputra (23 tahun) warga Lembar, yang saat ini menjadi saksi, yang sebelumnya juga pernah memesan rapid antigen serupa kepada tersangka. Dari keterangan saksi ini polisi menangkap pelaku berikut barang bukti satu perangkat komputer lengkap dengan printer, uang tunai 1,5 juta, serta 3 unit telpon gengam, serta sejumlah dokumen yang merupakan rapid antigen palsu yang diproduksi tersangka.
"Sudah kita tetapkan tersangka dan kita tahan. Kita masih dalami aksi pelaku ini sudah berlangsung sejak masa pandemi atau dilakukan berulang-ulang, karena melihat tinta stempel basah yang dibuat ini sudah berlangsung berulang-ulang," imbuhnya.
Dikatakan bahwa unsur mens rea atau niat perbuatan jahat dari pelaku juga sudah cukup untuk menjerat tersangka, dan tengah didalami juga aksi tersangka ini untuk kepentingan bisnis, mengingat saat ini dokumen bebas covid antigen banyak dicari untuk kepentingan perjalanan keluar daerah.
Sementara tersangka EZZ mengaku membuat rapid palsu itu hanya untuk membantu rekan sesama jemaah tabligh, meski menyadari bahwa perbuatannya tersebut bertentangan dengan hukum.
"Baru pertama kali, niat saya hanya untuk membantu," jelasnya sambil tertunduk lemas.
Tersangka juga mengaku, kalau barang bukti komputer serta printer yang digunakan tersebut merupakan aset milik salah satu masjid, di wilayah Ampenan.
Polisi menjerat tersangka dengan Pasal 263 KUHP tentang pemalsuan, dengan ancaman hukumannya selama 6 tahun penjara.