Banyumas, Gatra.com – Tinggal di wilayah yang dikepung daerah rawan bencana, seperti banjir dan longsor, membuat sejumlah mahasiswa Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed), Purwokerto resah. Mereka kemudian membuat early warninng system (EWS) atau sistem peringatan dini bencana tanah longsor sederhana berbiaya murah.
Empat mahasiswa jurusan Fisika Unsoed, Tito Yudatama, Ariska Pratiwi, Agung Pamilu, dan Wahyu Krisna Aji kemudian menciptakan EWS bencana tanah longsor sederhana dengan biaya yang terjangkau.
Koordinator Bidang Kerjasama dan Humas Unsoed, Betha Swandani mengatakan tanah longsor masuk dalam tiga besar bencana alam yang paling sering terjadi setelah banjir dan angin kencang. Karenanya, perlu sebuah sistem sebagai upaya pencegahan berupa sistem peringatan dini untuk mengurangi dampak bencana tersebut.
"Wilayah sekitar Unsoed yaitu Banyumas, Purbalingga, Wonosobo, Banjarnegara, dan wilayah sekitarnya adalah yang termasuk memiliki cukup banyak daerah kategori rawan pergerakan tanah,” katanya.
Di sisi lain, kata Betha, harga alat peringatan dini yang ada di pasaran berkisar antara Rp 3 jutaan hingga ratusan juta. Hal ini tentu tidak sebanding dengan banyaknya wilayah yang rentan pergerakan tanah.
Untuk menjembatani kesenjangan itu, Tito dan rekannya membuat alat yang hanya membutuhkan biaya Rp300 ribu hingga Rp400 ribu. Selain murah, alat ini didesain sederhana sehingga masyarakat bisa merakit sendiri.
Alat yang dirancang mahasiswa Unsoed ini merupakan pengembangan dari alat serupa yang digunakan BPBD Kabupaten Magelang. Mereka mengembangkan alat ini agar lebih tahan hujan, dibuat dual channel, dan baterei yang dapat diisi ulang.
Tito mengatakan, prinsip kerja alat ini yaitu menggunakan pasak yang dipasang melintang terhadap rekahan tanah dengan penghubung kawat baja terhadap jack power dan switch. Alat ini dipasang di lokasi rawan longsor yang dekat dengan permukiman penduduk.
“Apabila terjadi pergerakan tanah yang menjauhkan posisi pasak dari sumber alat, maka kawat baja akan mencabut jack power dari switch, sehingga akan menghidupkan sirine yang mendapat masukan energi dari baterai 9 volt sebagai tanda," ujarnya.
Betha menjelaskan, Tito dan timnya telah mempresentasikan alat ini di BPBD Kabupaten Wonosobo untuk mendapat masukan lebih lanjut. Tito juga akan memasukannya ke dalam jurnal nasional bersama tim penulis. Selain itu, jika mendapat persetujuan dari BPBD Kabupaten Banyumas, Unsoed akan menghibahkan alat ini.
Tito menggarap social project bersama beberapa organisasi mahasiswa Unsoed dan komunitas di luar Unsoed bernama Kolaborasi Pemuda Bersedekah Berencana. Kolaborasi ini untuk menggalang dana publik yang akan dimanfaatkan untuk pembuatan alat ini. Selanjutnya, mereka akan menghibahkan alat ini untuk BPBD Banyumas.