Jakarta, Gatra.com - Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfu MD, tidak membantah menurunnya Indeks Persepsi Korupsi pada Tahun 2020.
Namun menurunnya Indeks tersebut menjadi yang terparah sejak Corruption Perseption Index (CPI) atau Indeks Persepsi Korupsi menjadi yang terparah.
"Bahwa kita turun tiga. Pernah turun atau pernah stagnant gitu, tapi kejatuhan terparah sekarang menjadi 3 dan kita tahu alasan-alasannya," kata Mahfud dalam dalam peluncuran indeks secara daring, Kamis (28/1).
Mahfud sedikit optimis dengan CPI tahun ini menjadi naik ketika data Transparency International Indonesia (TII) melakukan riset sampai Oktober tahun 2020. Karena pada akhir tahun 2020, KPK mengungkap perkara besar yakni kasus Menteri Sosial Juliari Batubara dan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo.
"Saya memang sudah merasakan, nampaknya kalau dari sudut persepsi pandangan-pandangan publik, pandangan orang akan sekurang-kurangnya stagnan sejak awal saya sudah berpikir begitu. Karena pertama kita ribut dengan kontroversi tentang lahirnya undang-undang KPK," jelas Mahfud.
Hal tersebut secara umum dianggap itu sebagai sebuah produk hukum yang akan melemahkan pemberantasan korupsi.
Mahfud sudah menduga bahwa hal itu akan menimbulkan persepsi buruk di dunia internasional, dunia hukum mengenai pemberantasan korupsi, dan melemahkannya.
"Sebagai persepsi its okay, karena itu selalu muncul, meskipun ketika bicara soal data. Yang selalu juga menyebabkan saya akan berpikir persepsi tentang korupsi itu tidak akan baik, karena justru di tahun 2020 itu marak sekali korting hukuman pembebasan oleh Mahkamah Agung," ujarnya.
Pengurangan hukuman oleh Mahkamah Agung menurut Mahfud terhadap orang-orang yang divonis oleh pengadilan pada tingkat kasasi sebagai sebuah korupsi, dikurangi di tingkat Peninjauan Kembali (PK) sudah bisa ditebak.
Mahfud MD menambahkan masukan dan rekomendasi TII menjadi perhatian Pemerintah agar tidak lagi terjadi kebocoran-kebocoran yang memungkinkan tindak pidana korupsi dalam masa mendatang.