Jakarta, Gatra.com - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menunjuk Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) sebagai pelaksana percepatan penurunan angka stunting nasional pada Hargi Gizi Nasional tahun ini.
Kepala BKKBN, Hasto Wardoyo, menyatakan, siap menerima perintah Presiden Jokowi tersebut. Menurutnya, upaya menurunkan angka stunting merupakan tantangan tersendiri. Presiden telah menargetkan pada 2024, prevalensi stunting turun hingga 14%.
Adapun saat ini, persentase penurunan stunting baru mencapai 2,7%. BKKBN memprediksi bahwa hingga 2024 akan ada 20 juta kelahiran baru. Artinya, terdapat 20 juta anak yang harus dijaga agar tidak mengalami stunting.
Pemerintah terus melakukan berbagai upaya untuk mencapai target menurunkan angka stunting. Jokowi telah mengerahkan sejumlah pihak, di antaranya Kementrian Koordinator PMK dan Bappenas. Bahkan, Menteri Kesehatan yang baru saja dilantik pada 23 Desember 2020 kemarin juga diharapkan terus melakukan penanggulangan stunting di tengah kesibukan menangani pandemi Covid-19.
Namun, jika langkah-langkah tersebut belum terstruktur dan komprehensif maka pencapaian angka prevalensi stunting 14% di tahun 2024 akan sulit tercapai. Belum lagi, situasi pandemi yang saat ini masih sulit dikendalikan, turut berdampak terhadap program kesehatan lainnya, termasuk stunting.
Pengamat kebijakan publik Agus Pambagio di Jakarta, Rabu (27/1), mengharapkan pergantian pejabat dan organisasi penanggung jawab penurunan stunting tidak mengganggu kelangsungan implementasi kebijakan yang telah ada.
"Kesinambungan harus dijaga, programyang bagus dan telah berjalan diteruskan, yang belum bagus diperbaiki," jelas Agus dalam keterangan tertulis.
Ia mengingatkan, persoalan stunting tidak akan selesai bila pemerintah hanya sibuk dengan gonta ganti pejabat struktural tapi melupakan akar dari persoalan stunting itu sendiri.
“Stunting harus ditekan dari hulu ke hilir mulai dari program edukasi hingga intevensi gizi spesifik pada saat anak gagal tumbuh. Program edukasi penting agar anak tidak salah gizi. Contoh sederhana, edukasi susu untuk anak. Kita tahu susu penting bagi pertumbuhan anak, tapi tidak semua susu baik untuk anak karena kandungan gizinya berbeda.
Menurut Agus, hal lain yang juga harus diperhatikan adalah pengamatan terhadap kondisi gizi anak. Pandemi telah mengakibatkan kegiatan posyandu di banyak daerah terhenti. Padahal selama ini, Posyandu berperan besar sebagai langkah awal pengawasan gizi anak.
“Sekarang ini Posyandu kurang aktif, harus dicari cara lain agar gizi dan kesehatan anak terpantau, Menkes dan Ka BKKBN harus berani melakukan terobosan agar angka stunting dapat turun sesuai dengan yang diharapkan," ujar Agus.
Sejatinya, Kemenkes telah mengeluarkan Juknis Permenkes No. 29 tahun 2019 tentang Penanggulangan Masalah Gizi bagi Anak Akibat Penyakit, di dalamnya mengatur tentang pemberian Pangan Olahan Keperluan Medis Khusus (PKMK) terhadap anak berisiko Gagal Tumbuh, Gizi Kurang, dan Gizi Buruk.
Melalui Permenkes dan Juknisnya ini, diharapkan upaya pencegahan stunting melalui intervensi gizi dapat ditangani lebih baik, dari yang sebelumnya anak hanya diberikan intervensi spesifik berupa PMT (Pemberian Makan Tambahan) menjadi sebuah oral nutrition supplement dengan kandungan energi lebih besar dari 0,9 kkal/ml.
“Kita sedang berpacu, sekaligus memantau penerapan kebijakan intervensi gizi ini di 10 wilayah yang dilanjutkan menjadi program nasional. Kita berharap inisiatif ini bisa didukung oleh semua instansi agar terobosan kebijakan ini bisa membawa hasil nyata bagi anak Indonesia," kata Agus.