Jakarta, Gatra.com - Dirjen Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), Semuel Abrijani Pangerapan mengatakan, sejak pandemi Covid-19 melanda Indonesia pada Maret 2020 lalu, ada 1387 jenis hoaks yang teridentifikasi.
Apabila bersifat kesalahan informasi kata Abrijani, yang tidak sampai mengganggu ketertiban umum, Kemenkominfo memberikan stempel hoaks dan kembali menyebarkan informasi mengenai kekeliruan itu pada masyarakat.
Selain itu, langkah lain yang diambil adalah dengan cara men-take down atau menghapus dari sosial media sebagai sumber penyebarannya itu.
“Tapi kalau sudah mengganggu ketertiban umum, kita bisa lapor ke polisi untuk ditindaklanjuti. Saat ini sudah ada 134 kasus yang ditangani kepolisian terkait hoaks Covid- ini,” kata Abrijani saat dialog bertema “Tolak dan Waspada Hoaks” yang diselenggarakan Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN), Selasa (26/1) kemarin.
Sementara, Septiaji Eko Nugroho, Ketua Presidium Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (MAFINDO) mengatakan, akhir-akhir ini isu dominan adalah hoaks terkait vaksin Covid-19.
MAFINDO mencatat ada 83 hoaks terkait dengan vaksin Covid-19, dan viralitasnya cukup tinggi, karena 42% terkait dengan isu keamanan dan kemanjuran Vaksin Covid-19. Penyebaran hoaks ini memiliki beragam motif, termasuk motif ekonomi juga ada juga niat jahat di baliknya.
Lebih lanjut Septiaji menganalisis ada beberapa kelompok masyarakat yang terpengaruh oleh hoaks vaksinasi ini. Ada kelompok masyarakat yang sebenarnya bukan keluarga antivaksin, anak-anaknya divaksin BCG dan Difteri, tapi mereka lebih percaya teori konspirasi, sehingga menganggap Covid-19 ini flu biasa sehingga tidak perlu divaksin.
Kemudian, melompok lainnya adalah kelompok yang mau divaksin dan sadar soal pentingnya vaksinasi Covid-19 tapi mereka memiliki bias. Misalnya bias anticina atau antibarat.
Untuk tidak mudah termakan hoaks Covid-19, masyarakat diimbau agar mengonsumsi informasi dari sumber yang benar dan bisa dipertanggungjawabkan.
“Apalagi informasi yang sangat penting yang akan menjadi penentu untuk membuat keputusan dalam hidup kita, maka kita perlu mengenal dokter atau pakar yang bisa kita percaya dan jauhi orang-orang yang tidak kita percayai,” kata Septiaji.