Jakarta, Gatra.com - Calon Hakim Ad Hoc Mahkamah Agung (MA) Andari Yuriko Sari dicecar sejumlah pertanyaan oleh Wakil Ketua Komisi III, Desmon J. Mahesa. Menurutnya, Andari yang seorang akademisi, agak diragukan menjadi hakim MA.
Hal itu dinyatakan Desmon dalam fit and proper test Calon Hakim Ad Hoc Mahkamah Agung, sebab baginya akademisi dinilai tidak netral dan juga tidak jelas keberadaannya membela pihak pengusaha ataupun buruh.
"Undang-Undang Omnibuslaw, ada pengaruhnya gak terhadap peradilannyang ada berhubungan dengan industrial?" tanya Desmon di muka sidang Komisi III, gedung DPR RI, Jakarta, Rabu (27/1).
"Jadi terbitnya Undang-Undang nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja sebenarnya mengatur hukum ketenagakerjaan secara materil, bukan formal. Namun kalau dikatakan, ada hubungan tidak dengan peradilan industrial, tentu saja menurut saya ada. Hakim nanti memutus perkara-perkara yang berkaitan dengan aturan hukum materi yang ada di Undang-Undang nomor 11 tahun 2020 apabila UU tersebut telah menghapuskan ketentuan UU 13 tahun 2003 (tentang ketenagakerjaan)," jelas Andari menjawab pertanyaan Desmon.
Desmon kemudian menerangkan, jika Komisi Yudisial biasanya mengirimkan calon hakim yang jelas. Maksudnya, calon hakim bisa condong kepada pengusaha atau juga buruh.
"Biasanya yang dikirim KY (Komisi Yudisial) itu utusan buruh atau pengusaha, tapi ibu dari akademisi. Biasanya dua hakim ini berpihak kepada latar belakangnya, kalau ibu bagaimana ini? Keberpihakannya kepada pengusaha atau buruh seandainya nanti terpilih?" lanjut Desmon bertanya.
Andari lantas menjawab jika sebagai calon hakim, tentu ia akan melihat duduk perkaranya dahulu. Ia tidak buru-buru ingin mendukung salah satunya. baik dari pengusaha maupun buruh.
"Dalam hal ini saya bukan mendukung pengusaha ataupun pekerja, tetapi saya melihat dulu masalahnya pak. Jadi kalau memang pengusaha yang betul, pasti kita akan merujuk kepada peraturan perundang-undangan. Sedangkan kalau pekerja, ya kita lihat juga, belum tentu pekerja itu benar, walaupun memang saya diajukan dari unsur pekerja," papar Andari.
Mendengar jawaban tersebut, Desmon sepertinya kurang puas. Ia lantas menyinggung jika MA hari ini merupakan lembaga yang korup dan kotor.
"Dunia peradilan, Mahkamah Agung itu sangat kotor. Hari ini putusan di MA itu penuh pertanyaan, dalam konteks hubungan industrial, tentu peran buruh dengan pemodal itu lemah. Sekali lagi statemen saya. Mahkamah Agung adalah korup atau bahasa yang enak deh, hari ini MA putusan terbaru nyumbang lapas dan mobil, itu dianggap dermawan. Benar gak menurut ibu? Korup gak itu?" ucap politikus partai Gerindra itu.
"Tidak benar pak. Kalau korup berarti harus dilihat dulu," ujar Andari dalam jawabannya singkat sebelum dipotong oleh Desmon.
"Dalam konteks ini, utusan hakim yang dari pengusaha pasti selalu membela pengusaha. Utusan buruh maka berpihak kepada buruh. Posisi ibu adalah akademisi, ibu berpihak pada siapa di sini? Ibu bisa gak lurus begitu? Ini yang saya agak ragu memilih akademisi, biasanya mereka akan berhadap-hadapan (hakim berlatar belakang pengusaha dan buruh)," ungkap Desmon.
Andari tetap dalam pendiriannya sebagai akademisi untuk melihat dahulu perkara yang bergulir. Karena baginya, hukum harus dijalankan berdasarkan fakta yang ada.
"Kalau saya pribadi mengatakan bahwa tadi pak, melihat kebenaran. Kalau memang ternyata di dalam MA banyak perkara yang memenangkan pengusaha, tapi ternyata memang secara hukum banyak terjadi seperti yang bapak katakan (kecurangan dan manipulatif), berarti ya harus (kembali kepada UU yang ada)," tandas Andari.